Pagi itu Ahad, (9/11) November 2008, sekitar pukul 05.30 wib., saya ditelpon Ketua MUI KH Ahmad Cholil Ridwan yang menanyakan rombongan mana yang mau bertakziyah ke Banten, rumah Imam Samudera, salah satu di antara ketiga terpidana mati kasus Bom Bali yang dieksekusi pada pagi dini hari itu.

Setelah berkoordinasi dengan Akhi Mursalim, Ketua Bidang Kaderisasi FUI yang juga menjadi Jubir Tim Pengacara Muslim (TPM) yang bersama para pengacara TPM telah bertolak menuju Banten, akhirnya saya putuskan untuk mengajak bareng KH. Cholil yang juga penasihat FUI ini untuk satu mobil dengan saya bertakziyah. Kami harus bergegas karena rencananya almarhum akan dimakamkan sekitar pukul 09.00-10.00 wib. Alhamdulillah sebelum pukul 09.00 wib, kami sudah sampai di Banten lama, daerah Lopang, kampung halaman Imam Samudera. Kami masuk ke komplek Lopang Gede di mana di sepanjang jalan besar mendekati pintu gerbang ke arah Lopang Gede sudah dipadati kaum muslimin yang menunggu datangnya jenazah. Setelah sampai di depan rumah kediaman Ibu Imam Samudera, ternyata jenazah belum ada. Setelah saya kontak Akhi Mursalim, rupanya terjadi miss koordinasi dengan TPM karena ternyata keluarga Imam dan TPM sedang melaksanakan sholat jenazah di rumah istri Imam Samudera yang agak jauh dari rumah ibunya. Akhirnya kami diarahkan ke Masjid Al Manar tempat dimana sholat jenazah akan digelar.

Kami pun bergegas ke masjid yang ada di komplek Pengurus Cabang Persis Banten itu melalui jalan pintas yang berjarak sekitar 500 meter. Sesampai di sana ternyata sudah banyak kaum muslimin yang sudah menunggu di dalam masjid dan yang berbondong-bondong berdatangan, baik warga setempat maupun para laskar dari berbagai organisasi Islam seperti FPI, MMI, dan Jamaah Anshorut Tauhid yang dipimpin Ustadz Abu Bakar Ba'asyir. Pekik takbir berkali-kali menyambut kedatangan rombongan kami maupun tokoh-tokoh yang lain yang baru datang ke masjid. Ratusan orang memadati masjid, ribuan orang lainnya memadati pelataran masjid dan jalan-jalan. Ketika jenazah masuk, pekik takbir bersahutan membuat bulu roma berdiri.

Sholat jenazah di Masjid Al Manar dilakukan tiga kali. Saya dan Kyai Cholil mengikuti sholat yang pertama, kurang lebih diikuti 500 an orang. Saya meneteskan air mata penuh haru. Belum pernah saya menyolati mayit orang yang masih muda (sekitar 30 tahunan) yang diikuti begitu banyak orang dan sampai berkali-kali. Dan saya sempat ikut mendukung keranda jenazah Imam Samudera dari Masjid ke ambulan MER-C yang sudah stand-by di jalan raya. Tentu saja dengan sangat hati-hati khawatir terjatuh dan terinjak kerumunan manusia yang begitu padatnya.

Ambulans mulai bergerak dengan iringan doa : Bismillah wa'ala millati Rasulillah! Ambulans pun bergerak dan diiringi dengan lafazh tahlil berkali-kali yang diucapkan para pengantar secara khidmat yang dipimpin oleh Al Ustadz Awit dari FPI. Sesekali dari jamaah terdengar pekikan-pekikan takbir yang disambut pekik takbir yang membahana. Sepanjang jalan sekitar 1 km ke arah kuburan rombongan jenazah yang jumlahnya mencapai ribuan disambut oleh penduduk setempat yang berdiri melambai-lambaikan tangan, ikut mengucapkan tahlil: Laailaha illallah!, serta menyambut dengan pekik takbir. Mereka tampak gembira bak menyambut datangnya pasukan yang baru pulang perang. Salah seorang pengantar jenazah sempat bicara dengan seseorang melalui hand phone mengatakan: ”Alhamdulillah, kita ikut bangga ada warga Banten yang berjuang di jalan Allah!”.... Ketika Ambulans telah melewati pintu gerbang Lopang Gede, jalan kampung menuju pemakaman, sempat terjadi ketegangan. Pasalnya polisi menutup pintu gerbang tersebut/portal yang terbuat dari bambu betung itu sehingga menahan massa yang begitu besar. Saya sudah khawatir kalau-kalau terjadi chaos. Alhamdulillah polisi segera membuka portal tersebut dan rombongan bisa bergerak kembali. Dari portal ke lokasi penguburan kurang lebih 300 meter menempuh jalan bercabang-cabang. Karena termasuk kelompok yang tertahan, maka saya berada sekitar 100-200 meter di belakang ambulans. Beberapa kali saya merasa kagum karena harus memilih jalan yang bersimpang, namun sama-sama penuh dengan orang. Sampai akhirnya ke lokasi kuburan yang mirip tegalan dan sudah penuh dengan ribuan massa yang memadatinya. Sekitar 1 jam di situ tanpa saya bisa mendekati lubang kuburnya. Demikian juga Kyai Cholil yang telah meminta jalan dengan menjelaskan bahwa beliau adalah Ketua MUI Pusat pun tidak bisa sampai ke lobang kubur, karena sudah penuh oleh orang dan dijaga rapat oleh polisi. Sementara keadaan langit siang itu redup tertutup awan. Kerumunan belum juga hilang ketika saya dan rombongan beranjak meninggalkan komplek Lopang Gede. Di jalan depan pintu gerbang kami masih berpapasan dengan rombongan laskar GARIS dari Cianjur yang datang terlambat.


Mengharukan

Realitas tersebut menunjukkan sulit bila dikatakan Imam Samudera sebagai orang yang murni kriminal. Paling tidak bagi ribuan orang yang mengantarkan jasadnya ke kuburan yang jelas bersimpati dengan sikap hidup dan perjuangannya. Juga ribuan aktivis ormas Islam dan warga muslim lainnya yang mengantarkan jenazah Amrozi dan Mukhlas di Lamongan, aktivis Islam di Jakarta yang sholat ghaib di markaz GPI di Menteng Raya 58 pada keesokan harinya, maupun di tempat lainnya yang tak terkabarkan. Wallahua'lam! Selamat jalan Imam Samudera, Amrozi, dan Mukhlas. Semoga kalian menemui bidadari yang kalian harapkan. Biarkanlah kami yang masih di dunia ber-ikhtilaf, apakah kalian mati syahid atau tidak?. Yang jelas kalian telah menyaksikan (syahid) apa-apa yang bakal kalian dapatkan dari Al Khaliq! Barangkali kami hanya bisa menduga dari foto-foto wajah kalian yang teduh dan dihiasi senyum melihat tabir yang telah terbuka.

Selamat jalan para mujahid. Biarkanlah kami yang masih di dunia ber-ikhtilaf, apakah yang kalian lakukan terhadap orang-orang asing di Bali itu jihad ataukah terorisme?. Yang jelas kalian telah yakin apa penilaian Allah SWT tentang hal itu.

Semoga kepergian kalian tidak membuat umat ini semakin terpojok oleh war on terrorism yang dilancarkan oleh imperialis AS bersama para sekutunya. Semoga kepergian kalian tidak menghentikan para ulama dari kewajiban mengajarkan syariah tentang wajibnya berjihad fisabilillah dan wajibnya menyiapkan kekuatan umat untuk menggentarkan musuh-musuh Allah SWT dan musuh bersama umat Islam ini. Wallahul muwaffiq ila aqwamit thariiq![KH.Muhammad Al Khaththath/www.suara-islam.com]

0Komentar

Sebelumnya Selanjutnya

Recent Posts