ImagePertikaian dan perpecahan politik di Palestina membuyarkan impian berhaji sekitar 2.200 warga di Jalur Gaza, dan mempersulit serta menghalangi mereka ikut beragabung dengan Muslim lain dari belahan dunia untuk melakukan perjalanan spritual.

"Kami menjadi korban perbedaan dan perpecahan politik," ujar Suhaila Raafat, 46 tahun penuh air mata. "Padahal kami hanya ingin melaksanakan Haji, tidak lebih," ujarnya kepada IslamOnline.net.

Raafat bergabung dengan ratusan muslim yang berniat menjalankan ibadah Haji, berbaris pada Rabu 20 November lalu dan menuntut hak visa mereka.

"Jangan halangi kami berhaji" dan "Jauhkan haji dari politik," begitu teriak barisan pengunjuk rasa sambil membawa gambar foto Raja Arab Saudi Abdullah bin Abdul Aziz dan Presiden Mesir Hosni Mubarak.

Pemerintah Gaza yang dipimpin Hamas menuduh Pemerintahan Presiden Mahmoud Abbas di Tepi Barat menolak pemberian visa terhadap calon jamaah Gaza. "Arab Saudi dan pemerintah Tepi Barat menolak memberikan password untuk memproses dan mendaftarkan jamaah kami, "ujar Abdullah Abu Garboua, sekretaris di bawah Kementrian Awqaf Gaza.

Ia menuturkan, setiap tahun, sebuah protokol berisi penentuan kuota jamaah dan prosedur pemberian visa ditandatangani oleh pemerintah Saudi. "Kami dulu menjadi bagian yang menandatangani protokol tersebut hingga dua tahun lalu," kenang Abu-Garboua.

"Namun tahun ini, pemerintah Tepi Barat menandatangani protokol tersebut dan menolak memberikan kami password untuk mendaftarkan jamaah, begitu pula yang dilakukan Saudi," terang Abu-Garboua.

Pemerintah Gaza mendesak Arab Saudi untuk turun tangan menangani penghalangan tersebut. "Kami berharap bisa mendapat password untuk menyelesaikan prosedur pendaftaran," ujar Abu-Garbuoa. "Kami telah menyelesaikan semua persiapan termasuk transportasi dan akomodasi untuk jamaah," imbuhnya.

Awad Madkour, kepala asosiasi agen perjalanan Gaza melontarkan hal senada, dan berharap pula Raja Abdullah ikut membantu. "Haji seharusnya tidak dikaitkan dengan pertikaian politik antara pemerintahan Tepi Barat dan Jalur Gaza," ujarnya.

Toh banyak warga tetap skeptis terhadap kemungkinan untuk pergi haji. "Setiap pagi hari saya selalu mendatangi agen perjalanan, namun saya selalu mendengar jawaban yang sama "tidak ada perkembangan berita," ungkap Abu-Raed Felfel, 54 tahun. "Masalah belum terpecahkan dan tidak harapan di depan sana," keluh Felfel.

"Tidakkah kami sudah cukup menderita dibawah tekananan penjajahan," ungkap Saed Al Sawafiri, seorang tetua Palestina. "Siapa yang akan tahu saya masih hidup tahun depan jika tahun ini saya batal berangkat haji," ujarnya. [adm/alislamu]

0Komentar

Sebelumnya Selanjutnya

Recent Posts