Rakyat Kosovo, kemarin (17/2),merayakan hari ulang tahun kemerdekaannya yang pertama. Situs Islamonline mengabarkan, negara yang masih "bayi" di Eropa ini masih menghadapi ragam masalah ekonomi dan keamanan. "Saya tidak percaya sudah setahun (merdeka)," kata Ilaz Kastrati, 66 thn, warga Kosovo, yang turut merayakan setahun kemerdekaan negerinya bersama ribuan warga lain di ibu kota Pristina.Ribuan warga Kosovo –tua, muda, pria, wanita, dan anak-anak-- kemarin tumpah-ruah di Pristina. Mereka melagukan musik tadisional dan mengibar-ngibarkan bendera dan spanduk bertuliskan "Happy Birthday Kosovo”. “Rasanya baru kemarin kami mengucapkan selamat tinggal kepada Serbia,” kata Kastrati dengan wajah ceria.

Kemerdekaan Kosovo 17 Februari tahun lalu disponsori Amerika Serikat dan sekutunya. “Tidak ada yang dunia yang lebih baik daripada kemerdekaan,” ujar Majlinda Demiri, 31 thn, peserta pesta kemerdekaan lainnya. “Hari ini adalah hari lahir bagi kita semua,” kata Perdana Menteri Kosovo, Hashim Thaci. “Tahun ini kita meninggalkan tahun lalu yang penuh sukses dan kebanggan, tahun keberhasilan bersejarah bagi negara kita,” imbuhnya.

Di balik keceriaan warganya, Kosovo masih menghadapi sejumlah tantangan ekonomi dan keamanan. Negeri ini tercatat sebagai negara terbaru sekaligus termiskin di Eropa. “Pikiran berkonflik dan kebencian masih mendominasi para pemimpin Serbia,” kata Presiden Kosovo, Fatmir Sejdiu. Pemerintah Serbia memang masih belum menerima wilayahnya itu lepas. Belgrade masih tidak mengakui kemerdekaan Kosovo. Apalagi masih ada kelompok minoritas Serbia di Kosovo yang berpandangan Kosovo merupakan jantung Serbia. “Kosovo is the heart of Serbia!" teriak mereka.

Di bidang ekonomi, menurut data islamonline.net, angka pengangguran berkisar antara 45-50 persen dari jumlah angkatan kerja. Bank Dunia mencatat, 50% penduduk Kosovo hidup miskin dengan pendapatan kurang dari dua dolar per hari. “Kebanyakan penduduk bekerja di pertanian dan harus menghidupi keluarga besar dengan enam hingga sembilan anggota keluarga,” kata Gerald Knaus, pengamat Kosovo dari lembaga think-tank yang berpusat di Berlin, European Stability Initiative.

Di sisi lain, kemerdekaan Kosovo tampaknya juga tidak begitu diterima secara antusias oleh dunia Islam, termasuk negara-negara Timur Tengah. Pasalnya, Kosovo kini berteman dekat dengan Israel dan lebih-lebih Amerika Serikat yang menjadi sponsor utama kemerdekaannya. Bahkan, menurut Totten, koresponden Wallstreet Journal (www.online.wsj.com) dalam laporannya, “Moderate Muslims of Kosovo” Muslim Kosovo juga kebanyakan “Islam KTP”.

Menurut Totten, sebagian besar warga Kosovo beragama Islam, sebuah ketidaklaziman di Eropa. “Lebih dari itu, tidak seperti kebanyakan bangsa Muslim-mayoritas, Kosovo sangat pro-Amerika dan berhubungan baik dengan Israel,” katanya.

Bagi Totten, hal itu tidak mengherankan. Pasalnya, Muslim Kosovo sangat jauh berbeda dengan saudara-saudara mereka di dunia Arab dan Muslim lain di belahan dunia lainnya. Mereka “moderat”, bahkan mayoritas “Muslim nominal”, yakni tidak mempraktekkan ajaran agamanya.

Hampir 90% dari dua juta penduduk Kosovo adalah etnis Albania; 7% Serbia. Di kalangan Albania, sekitar 3% penganut Katolik dan sisanya setidaknya “Muslim nominal”; sedangkan etnis Serbia semuanya Kristen Ortodoks.

Totten melihat, citra Islam di Kosovo mungkin paling liberal di dunia. “Wanita berjilbab di Kosovo bahkan tidak sebanyak yang saya lihat di Manhattan,” katanya.

Minuman beralkohol mudah ditemukan secara bebas di restoran, kafe, dan bar. Di sana pula Anda bisa lihat banyak wanita muda berpakaian seksi sebagaimana halnya di setiap negara Eropa Barat. “Selain menara-menara masjid yang menjulang tinggi, tidak ada hal lain yang menunjukkan Kosovo sebagai negara berpenduduk mayoritas Muslim,” tegas Totten.

Ia mengutip sejumlah komentar orang Kosovo. "Warga di sini orang-orang Muslim, tetapi mereka berpikir seperti orang Eropa," ujar Xhabir Hamiti, seorang profesor di departemen studi Islam Universitas Pristina, di ibu kota Kosovo.

"Muslim di sini mengidentifikasi diri mereka sebagai Muslim Lite," kata seorang polisi Amerika. Hal senada dikemukakan Afrim Kostrati, anak muda pegawai bar: "Kami Muslim, tetapi tidak benar-benar."

Luan Berisha, seorang pengusaha, sependapat: "Kami tidak pernah mengamalkan Islam seperti Muslim di Timur Tengah... Yang utama, kami orang Albania. Agama (Islam) urusan kedua."

Kelompok pejuang kemerdekaan Kosovo, KLA (Kosovo Liberation Army), juga tidak menjadikan Islam sebagai ideologi dan tujuan perjuangan. KLA tidak dikenal sebagai kelompok mujahidin yang berkomitmen terhadap Islam. Mereka hanya ingin Kosovo merdeka, lepas dari Serbia. Itu saja. Bahkan, KLA mengaku agama mereka adalah Albanianisme. “Their only religion was Albanianism."

Alhasil, Amerika pun mau membantu kemerdekan Kosovo. Saat deklarasi kemerdekaan, bendera Kosovo berdampingan dengan bendera Amerika. Warga Kosovo mengenakan T-shirt bertuliskan "Thank you USA and Bush ", terima kasih Amerika dan Bush.

"Amerika adalah teman terbaik kami di dunia," kata seorang pelayan restoran di Pristina. "Inggris teman terbaik kami yang kedua." Totten menegaskan, warga Kosovo Albania juga mendukung Israel dan pemerintahnya kini memiliki hubungan diplomatik dengan negara Yahudi itu. [aDM/warnaislam]

0Komentar

Sebelumnya Selanjutnya

Recent Posts