SUMRINGAH wajah Pak Ci, begitu panggilan Ir. Ciputra, tatkala Museum Rekor Indonesia (MURI) memberikan penghargaan untuk Patung Yesus Memberkati, 2 Desember 2007 lalu yang telah lama ia harapkan.

Ir.CiputeraProyek ini merupakan karya yang telah lama diidam-idamkan. Sebuah patung yang didirikan di atas kavling terbaik di kawasan Citraland Manado. Dari sini, orang dapat melihat langsung pemandangan terindah dari Kota Manado, Pulau Manado Tua, Bunaken dan Gunung Klabat.

Untuk proyek ini, Ciputra mencurahkan perhatian secara penuh, baik dalam merencanakan dan membentuk patung. Termasuk model, ukuran, sampai usai pembuatannya.

Monumen Tuhan Yesus Memberkati yang dibangun Ciputra di kawasan Citraland di Kelurahan Winangun Kota Manado sudah diresmikan pada hari Ahad (2/12/2007) lalu oleh Gubernur Sulut Sinyo Harry Sarundajang.

Keberadaan monumen Tuhan Yesus yang merupakan tertinggi di Asia dan kedua di dunia, menjadi hadiah terindah bagi umat Kristen di Sulut, terlebih khusus dalam masa penantian (minggu adven) menyambut Hari Natal, 25 Desember 2007 kala itu.

Melalui Monumen Tuhan Yesus, Ciputra ingin mempersembahkan sebuah ikon baru untuk Kota Manado, yaitu sebuah lokasi tujuan wisata religi yang baru bagi masyarakat Nusantara dan mancanegara. Kabarnya, ini adalah monumen religi tertinggi di Indonesia. Selain itu, monumen ini menjadi patung kedua tertinggi sesudah patung Tuhan Yesus Christ The Redeemer di Corcovado Rio De Janeiro Brasil.

”Diharapkan, banyak orang dapat menikmati suasana rohani di lokasi patung dan memberikan inspirasi pada setiap pengunjung tentang kehadiran Tuhan Yesus menjadi manusia seperti kita, untuk memperlihatkan cinta kasih Tuhan yang luar biasa,” ujar Ciputra kepada Koran Sinar Harapan suatu ketika.

Di sekeliling patung Tuhan Yesus Memberkati itu diletakkan empat patung dengan masing-masing sebuah prasasti yang menggambarkan penderitaan rakyat Manado selama Perang Dunia ke-2. Dengan meletakkan empat patung ini di kaki patung Tuhan Yesus, terdapat pesan untuk setiap orang yang dalam penderitaan agar datang kepada Tuhan Yesus untuk mendapatkan kelegaan.

Setiap patung disertai dengan sebuah lempengan beton prasasti dengan ukuran 1,4 m x 1,4 m sebagai emblem, yang masing-masing memiliki gambar tulisan 1942-1945, lambang burung manguni yang juga menjadi lambang Minahasa, gambar pohon kelapa, dan lambang kerajaan asing. Kehadiran prasasti yang berbentuk emblem ini menunjukkan bahwa keempat patung ini memiliki pesan dengan nilai historis.

Jerusalemnya Indonesia

Nama Ciputra bukan asing di Indonesia, khususnya kalangan kaum Kristiani. Pria yang lahir di Parigi, Sulawesi Tengah, 24 Agustus 1931 ini dikenal sebagai Maestro Property Indonesia. Masa kecil Ciputra sendiri cukup sulit.

Pria pemeluk Kristen Protestan ini lahir dengan nama asli Tjie Tjin Hoan di Parigi, Sulawesi Tengah sebagai anak bungsu dari tiga bersaudara. Dari usia enam hingga delapan tahun, Ciputra diasuh oleh tantenya. Pada usia 12 tahun, Ciputra telah menjadi yatim. Oleh tentara pendudukan Jepang, ayahnya, Tjie Siem Poe, yang dituduh anti-Jepang, ditangkap, dan meninggal dalam penjara. Sejak itu, ia tinggal bersama ibunya. Ia harus bangun pagi untuk mengurus sapi piaraan sebelum berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki sejauh 7 km. Ia hidup dari penjualan kue ibunya.

Atas jerih sang ibu, Ciputra berhasil masuk ke Institut Teknologi Bandung (ITB) dan memilih Jurusan Arsitektur. Pada tingkat IV, ia bersama dua temannya mendirikan usaha konsultan arsitektur bangunan yang berkantor di sebuah garasi. Setelah Ciputra meraih gelar insinyur pada tahun 1960, ia pindah ke Jakarta.

Kini, Ciputra dikenal sebagai pengusaha real estate terkemuka. Di samping menjabat Ketua Asosiasi Real Estate Indonesia (REI), ia pernah menjadi Wakil Ketua Asosiasi Real Estate Internasional FIABCI. Ia juga memimpin sekitar 10 yayasan, termasuk Yayasan Jayakarta yang bergerak di bidang pembinaan olah raga. Ia pernah dianugerahinya President Service Award oleh Presiden Marcos saat menghadiri kongres real estate Asia Pasifik (APREF) VI di Manila, November 1982.

Pria ini menghabiskan masa kecilnya di sebuah desa terpencil, Desa Parigi Besar, Palu, kemudian tumbuh besar di Manado. Dari situlah kemudian memunculkan kecintaannya pada kota ini.

Menurut suami Dian Sumeler ini, Manado menjadi salah satu kota yang paling spesial dari kota-kota lainnya di Indonesia. Ini terlihat dari keseriusannya dalam membangun Manado. Setelah sukses membangun perumahan Citraland dan Monumen Yesus Memberkati yang menghebohkan, ia kembali membuat Jalan Salib pada ketinggian 33 meter, panjang 164 meter, dan 187 anak tangga.

Proyek ini baru saja diresmikan Gubernur Sulawesi Utara (Sulut) Sinyo Harry Sarundajang dan diberkati oleh Uskup Manado Mgr Joseph Suwatan melalui sebuah Misa, Sabtu (11/4) lalu.

Dalam bukunya yang berjudul “Manusia Unggul yang Disertai Tuhan” pak Ci menulis bersama rekannya, Ir. Antonius Tanan. Buku yang berisi kiat-kiat Pak Cik itu menceritakan harapan dan keinginannya dalam hidup. Di antaranya, ingin menjadi manusia unggul yang diberkati dan disertai Tuhan dalam hidup, baik pekerjaan dan pelayanannya.

“Dan yang pasti, pembangunan wisata religi ini karena saya dan teman-teman ingin menjadikan Manado, Jerusalem of Indonesia,” tandasnya.

Meski demikian, ia menilai proyeknya masih belum seberapa. Sebab, ia masih memiliki lima proyek lainnya tak kalah besarnya yang sedang dibangun. Diantaranya; Plasa Taman Getsemani, yang menggambarkan peristiwa ketika Yesus Kristus ditangkap, Plasa Gereja-gereja berbagai dinominasi, Open Air Theatre, Rumah Biara, dan Rumah Doa.

Sementara itu, Gubernur Sulut SH Sarundajang, mengatakan monumen Jalan Salib itu akan menjadikan Sulut di mata dunia sebagai wisata religi. Momentum peresmian Jalan Salib tersebut bertepatan dengan peringatan Kamis Putih, Jumat Agung dan Minggu Paskah yang diperingati pada Ahad (12/4) kemarin, sekaligus bertepatan dengan rencana digelarnya WOC (World Ocean Conference) yang akan digelar di Manado 11-15 Mei.

“Dunia internasional akan mengenal wisata religi ini dan datang ke Sulut untuk menyaksikan karya Tuhan melalui inisiatif maestro properti Indonesia Ciputra ini. Kita bangga dengan prakarsa ini,” puji Sarundajang.

Monumen Jalan Salib tersebut oleh Museum Record Indonesia (MURI) dicacat memecahkan rekor, karena merupakan yang paling terjal dengan kemiringan 70 persen. Sementara yang diresmikan sebelumnya, monumen Patung Yesus Memberkati, termasuk monumen ketiga tertinggi di dunia.

Sebagaimana diketahui, ritual Jalan Salib itu dilakukan untuk merefleksikan peristiwa penyiksaan terhadap Yesus Kristus hingga wafat disalib.

Tapi apa sesungguhnya motivasi Ciputra untuk semua proyek-proyek religious ini? Ci berharap, karyanya itu akan menjadi karya yang paling dikenangnya. ''Ini merupakan tanda ungkapan cinta kasih yang paling dalam kepada Tuhan saya," ujarnya. [adm/hidayatullah]

0Komentar

Sebelumnya Selanjutnya

Recent Posts