Sebelum menjadi presiden, Obama menentang perang. Setelah menjadi presiden, ia justru meneruskan kebijakan perang pendahulunya

Pada hari Senin tanggal 6 April 2009 Obama dalam U.S. President Barack Obama hugs a service member as he visits Al Faw Palace on Camp Victory, Iraq April 7.kunjungannya ke Turki, mengatakan di depan parlemen Turki bahwa hubungan Amerika dengan masyarakat Muslim tidak akan berdasarkan pada perlawanan terhadap terorisme.

Pernyataan Obama itu tentunya merujuk pada keberadaan pasukan Amerika di berbagai belahan dunia, utamanya Iraq dan Afganistan.

Di Iraq, Amerika berdalih membebaskan negeri itu dari kediktatoran Saddam. Sedangkan di Afganistan mereka berdalih "memerangi teroris di sarangnya".

Jika melihat kenyataan korban serangan Amerika di kedua negara itu, maka orang yang tidak buta mata kepala dan hatinya, tidak akan percaya begitu saja dengan retorika para pemimpin Amerika.

Di Iraq, setelah tumbangnya pemerintahan Saddam Hussein, pasukan Amerika tidak segera bubar jalan meninggalkan negeri 1001 malam itu. Sebaliknya justru mereka membuat keadaan semakin tambah runyam dengan memerangi rakyat Iraq --yang katanya ingin mereka bebaskan dari cengkraman pemerintahan Saddam yang brutal.

Lebih dari itu, bahkan Amerika mempersenjatai kelompok-kelompok masyarakat yang saling bertentangan sehingga memunculkan peperangan di antara rakyat Iraq sendiri.

Sementara di Afganistan, dengan dalih memberantas teroris hingga ke sarangnya, Amerika menembaki tidak hanya para pejuang Afganistan, tapi juga masyarakat sipil. Berapa banyak masjid yang telah mereka bom dengan alasan satelit mereka mengidentifikasi lokasi itu gudang senjata para militan.

Berapa banyak desa yang dibumihanguskan dengan alasan tempat itu adalah persembunyian para teroris. Berapa banyak anak-anak dan wanita yang mereka bunuh dengan dalih itu akibat perang yang sulit dihindari, bahwa perang akan selalu "membawa korban", seperti yang terjadi beberapa hari lalu.

Kembali ke pernyataan Obama di Turki Minggu pekan lalu, dan melihat fakta-fakta yang ada, tentu kita yakin bahwa ucapan Obama itu hanyalah sebuah pemoles bibir belaka.

Polesan bibir Obama ini tentu semakin kelihatan jelas dengan apa yang dilakukannya 3 hari kemudian. Sebagaimana diberitakan, Kamis tanggal 9 April 2009 Obama meminta persetujuan secepatnya dari Kongres AS atas proposalnya yang berisi pengajuan dana sebesar USD 83,4 milyar untuk membiayai operasi mliter di Iraq dan Afganistan hingga 30 September 2009.

Robert Gibbs, juru bicara Gedung Putih mengatakan bahwa dana tersebut diperlukan pemerintahan Obama untuk memperkuat keberadaan pasukan Amerika di Iraq dan Afganistan. Demikian kutip The New York Times (9/4).

Pemerintahan Obama berharap proposal mereka disetujui oleh Kongres AS sebelum Memorial Day di akhir bulan Mei -- hari di mana rakyat AS mengenang prajurit mereka yang tewas dalam peperangan.

Obama juga ingin tambahan 17.000 lagi pasukan untuk dikirim ke Afganistan.

Jelas sekali Gedung Putih ingin memperkuat pasukan mereka dalam memerangi negeri-negeri Islam, karena mereka belum bisa --dan tidak akan bisa-- menaklukkannya, apalagi dengan mudah. Mereka ingin mencapai apa yang mereka sebut dengan perdamaian, dengan cara memerangi Islam.

Mustahil mereka akan mendapatkan itu. Alih-alih mereka ingin perdamaian, seperti yang dikatakan Ron Paul, anggota Kongres AS dari Partai Republik, intrik-intrik kebijakan luar negeri Obama membuat AS terus saja menjadi mesin pembunuh dan menciptakan musuh di seluruh penjuru dunia.

Kita tentu masih ingat pernyataan-pernyataan Obama sebelum terpilih menjadi Presiden. Ia mengatakan bahwa dirinya sejak awal menentang perang yang dilakoni AS.

Partai Demokrat, Partainya Obama pun mengkritik keras kebijakan perang Presiden Bush di tahun 2004, bahkan menolak anggaran perang yang diajukan Bush.

Senator Kent Conrad dari negara bagian Dakota Utara, seorang politisi senior yang menjadi anggota Komite Anggaran di Senat AS kala itu mengatakan, "Dia (Bush) tidak mengatakan kepada rakyat Amerika mengenai keadaan keuangan negara ini yang sebenarnya." Conrad juga menyebut anggaran yang diajukan Bush itu adalah salah satu contoh ''funny money accounting''.

Sekarang setelah Obama menjadi Presiden, belum lagi setengah tahun, kebijakan luar negerinya tidak lebih dan tidak kurang hanya meneruskan kebijakan Presiden AS sebelumnya, Bush, Clinton dan lain-lain.

Rahm Emmanuel, seorang Yahudi garis keras yang merupakan salah seorang kepercayaan Obama, bahkan berhasil membungkam sebagian jurnalis independen dan aktivis antiperang yang menjadi penentang kebijakan perang pemerintahan Bush. Lebih dari itu Emmanuel berhasil membuat mereka menjadi pendukung kebijakan perang Obama. Demikian tulis Jeremy Scahill, seperti yang dimuat oleh Common Dreams (10/4).

National Policy Institute (11/4) mengutip pernyataan Ron Paul seputar proposal Obama untuk menambah anggaran perang, "Minggu ini sekelompok pemimpin neokonservatif bertemu untuk mendiskusikan cara terbaik untuk mendukung kebijakan luar negeri Presiden! Saya sangat kecewa dan khawatir, meskipun ada pergantian kepemimpinan, namun kita tetap menjadi polisi dunia, menempatkan diri kita sendiri dalam bahaya besar dengan berbagai cara."

Ron Paul benar di satu sisi, namun ia mungkin sedikit lupa bahwa Obama tidak akan pernah menjadi Presiden mereka tanpa didukung penuh oleh Zionis Yahudi. Ia didukung oleh sekelompok orang yang ingin menjadi penguasa dunia, kelompok orang yang suka menumpahkan darah dan berbuat kerusakan. Dan kelompok itu sangat ingin menghancurkan Islam.

Pada 15 Maret 2008, penulis sekaligus komedian Andy Borowitz menulis seputar isu agama apa yang dianut Obama, di Huffington Post; “Saya memeluk Yudaisme, efektif dengan segera, " Obama mengatakan kepada wartawan pada konferensi pers di Scarsdale, New York bahwa ia akan mengubah nama tengah-Nya dari Hussein "menjadi" Murray."

Jelas sudah, seseorang --terutama Muslim, yang masih mempunyai mata kepala dan hati yang sehat, tentu tidak akan percaya dengan segala retorika dan manuver Obama.[adm/hidayatullah]

0Komentar

Sebelumnya Selanjutnya

Recent Posts