Universitas London akan membuka kelas kuliah manuskrip Turki Utsmani (Makhtuthat ad-Dawlah al-Utsmaniyyah) pada 1--4 Juni 2009.

Kelas tersebut akan diajar oleh Phillippe Bora Keskiner dari SOAS, sebuah lembaga penelitian tentang Oriental dan Afrika. Kelas tersebut juga akan membahas tradisi Turki Utsmani dalam meproduksi manuskrip, dan cara pemeliharaan manuskrip asli.

Makalah dan paket-paket pelajaran akan diberikan. Setelah mengikuti kelas singkat tersebut, partisipan akan diberikan sertifikat kehadiran yang menyatakan kelulusannya dalam menyelesaikan studi tersebut.

Para partisipan yang hendak mengikuti kelas ini setidaknya harus sudah belajar tentang Turki selama tiga tahun; yang akan segera lulus; yang sudah lulus; atau siapapun yang mempunyai pengetahuan mupuni tentang Turki, dipersilakan untuk mengikuti kelas tersebut.

Kuliah singkat manuskrip Turki Utsmani ini tidak memungut biaya alias gratis, tetapi sangat penting untuk melakukan pendaftaran sebelumnya sebab kelas ini terbatas hanya untuk 15 orang.
Periode Dawlah Turki-Utsmani terbilang sebagai babakan terpenting dalam rentang sejarah peradaban Islam. Pada masa Utsmanilah wilayah Islam mencapai puncak ekspansinya hingga di tiga benua: Eropa, Afrika, dan Asia. Sepanjang abad ke-14 hingga ke-18 M, Turki Utsmani mampu menjelma menjadi kekuatan super power dunia yang kekuatannya malang melintang di seluruh penjuru negeri, bahkan hingga ke Nusantara.
Sepanjang masa tersebut, tak pelak berbagai macam capaian keilmuan banyak dihasilkan oleh para sarjana Muslim dari berbagai latar bidang keilmuan. Beberapa manuskrip sepanjang masa periode Utsmani ini banyak tersebar di berbagai museum, mulai dari Istanbul, Louvre di Paris, hingga di London.
Kajian manuskrip-manuskrip Islam terbilang cukup semarak di beberapa universitas Barat, utamanya di departemen sejarah dan filologi. Koleksi-koleksi manuskrip Islam pun banyak yang tersimpan di perpustakaan- perpustakaan barat.

Harus diakui, inilah salah satu titik yang menjadi tantangan bagi dunia Muslim dewasa ini. Perguruan-perguruan keilmuan Islam dituntut untuk mampu memfasilitasi secara baik dan profesional kajian kesejarahan dan manuskrip Islam, sehingga tidak melulu "dijajah" dan dikuasai oleh perguruan Barat.

Beruntung, kajian manuskrip di beberapa universitas Islam di berbagai penjuru dunia kini mulai menggeliat dan semarak, seperti di Kairo, Istanbul, Rabat, Tehran, bahkan Kuala Lumpur.

Sayangnya, di Indonesia, bidang kajian manuskrip terbilang minim dan kurang diminati, padahal banyak sekali manuskrip-manuskrip Islam Nusantara yang tersebar, tercecer, serta belum didata, diteliti, dan ditransliterasi. [adm/hdayatullah]

0Komentar

Sebelumnya Selanjutnya

Recent Posts