Sekolah-sekolah telah di buka kembali pada hari Sabtu (1/8) di wilayah lembah Swat Pakistan setelah empat bulan ditutup setelah terjadi pertempuran antara mujahidin Taliban dengan pasukan keamanan Pakistan.

"InsyaAllah 110 sekolah di seluruh bagian pusat Mingora akan kembali dibuka mulai hari ini 1 Agustus," kata Hazrat Hussein Zakki kepala sekolah dari Sahara School & College di Mingora, katanya kepada IOL.

"Namun kami tidak berharap kehadiran para siswa lebih dari 50 persen karena berbagai alasan."

Terdapat sekitar 1700 sekolah swasta dan sekolah negeri serta akademi di wilayah Swat.

"Pemilik dari beberapa sekolah telah setuju untuk membuka kembali sekolah mereka atas permintaan kami," ujar Ziauddin Khan, mantan presiden dari Asosiasi Sekolah Swasta.

"Tapi saya yakin, mereka tidak memiliki perlengkapan sekolah untuk diberikan kepada para siswanya.

"Bahkan sekolah-sekolah yang atap dan dindingnya telah rusak, juga akan dibuka, tetapi tidak akan lebih dari simbolis karena tidak tersedianya sarana pendidikan dasar di sana."

Lebih dari 200 sekolah telah sangat hancur di Swat dan lebih dari 100 sebagian telah rusak.

Sekolah dan akademi di wilayah yang bermasalah seperti Charbagh, Kabal, dan Khuwazakhela masih tetap akan ditutup karena alasan keamanan.

"Situasi keamanan yang tidak dan belum kondusif disana belum memungkinkan untuk dibukanya sekolah-sekolah yang ada," kata Zakki yang juga sebagai kepala sekolah.

Sekolah-sekolah di seluruh wilayah bermasalah di lembah Swat ditutup setelah militer Pakistan melancarkan serangan militernya pada bulan April lalu secara besar-besaran untuk mengalahkan dan mengusir Taliban dari wilayah tersebut.

Lembah Swat dikenal juga sebagai Switzerland nya Pakistan memiliki tingkat buta huruf yang tertinggi sebelum operasi militer terjadi.

Menurut sumber resmi, 187 sekolah telah hancur, sementara 318 sekolah yang sebagian rusak. Sebagian besar adalah sekolah untuk anak perempuan.

Hambatan

Kendala masih banyak disana, namun pendidikan tetap harus berjalan di wilayah Swat.

"Kami berharap dan sekaligus takut untuk menghadapi berbagai kesulitan dalam melanjutkan kegiatan pendidikan disini," ujar Zakki, yang baru saja kembali bersama keluarganya dari Shaikh Yaseen tempat perkemahan Mardan, 40 km dari Peshawar.

"Telepon tidak berfungsi di beberapa wilayah Mingora, karena itu kami tidak dapat berhubungan dengan sekitar 50 persen dari siswa kami. Kami tidak tahu di mana mereka sekarang."

Menurut Zakki pemerintah telah melarang 800 rickshaws dijalankan, sumber utama transportasi di Mingora, sebagai kendala untuk melanjutkan kegiatan pendidikan.

"Bagaimana para siswa yang berada pada jarak 3 sampai 4 kilometer dari sekolah mereka menghadiri kelas karena tidak adanya sarana transportasi," ia bertanya.

Sejumlah 20 persen dari siswa tergantung pada Swat rickshaws sebagai alat transportasi sehai-hari.

Kurangnya sumber keuangan juga menjadi masalah lain.

"Kami tidak memiliki uang untuk membayar gaji untuk para guru dan staf lainnya, bangunan sekolah telah sangat dan sebagian rusak," katanya.

"Bahkan di beberapa sekolah, manajemen tidak memiliki uang untuk membeli papan tulis, kapur, dan perlengkapan sekolah lainnya," katanya.

Dia percaya bahwa tanpa bantuan pemerintah ke sekolah, proses pendidikan di Swat tidak dapat dipulihkan sepenuhnya.

"Kami memerlukan dukungan untuk mendesak pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat membantu kami."

Zakki mengakui bahwa pemilik sekolah, guru dan siswa yang masih dalam ketakutan karena ketidakpastian. [adm/eramuslim]

0Komentar

Sebelumnya Selanjutnya

Recent Posts