ANKARA – Sebuah laporan dari direktorat jenderal keamanan anti penyelundupan dan kejahatan terorganisir yang beredar baru-baru ini menyebutkan bahwa 514 dari 522 pistol jenis Glock yang dipergunakan dalam berbagai kasus kejahatan di Turki, ternyata berasal dari AS.

Senjata-senjata tersebut aslinya dipesan oleh AS untuk dipergunakan bagi para pasukannya di Irak. Pistol Glock dipergunakan dalam 25 kasus pembunuhan yang terpisah, termasuk penembakan Majelis Negara yang terjadi pada tahun 2006 lalu.

Unit direktorat jenderal keamanan dan anti penyelundupan telah memeprsiapkan sebuah laporan mengenai jenis kejahatan di Turki yang melibatkan pistol Glock selundupan. Sebagai bagian dari upaya tersebut, sebuah tim khusus dikirimkan ke Irak, dimana kemudian tim tersebut menemukan fakta bahwa hanya 2 persen dari 550.000 pistol Glock pesanan AS tersebut yang terdaftar, sementara sisanya diselundupkan ke berbagai negara tetangga. Menurut laporan tersebut, 522 pucuk pistol Glock telah dipergunakan dalam berbagai jenis kejahatan, termasuk 25 kasus pembunuhan terpisah, di wilayah Turki sejak tahun 2005.

Masih menurut laporan yang sama, serangan bersenjata terhadap Majelis Negara pada tahun 2006 yang mengakibatkan seorang hakim senior tewas dan membuat empat orang lainnya menderita luka parah, serta sebuah kasus pembunuhan pendeta Katolik, Andrea Santoro di kota Trabzon pada bulan Februari 2006 adalah dua dari sekian banyak kasus pembunuhan yang melibatkan pistol selundupan tersebut.

Selain kasus pembunuhan, pistol Glock juga dipergunakan dalam 24 peristiwa lainnya yang menimbulkan luka serius, dan lima peristiwa percobaan pembunuhan, demikian berdasarkan isi laporan tersebut.

Pada tahun 2007, kepolisian Turki memamerkan barang bukti mengenai maraknya perdagangan gelap senjata asal AS yang diselundupkan dari perbatasan Irak.

Di kota Mardin yang terletak di perbatasan sebelah tenggara Turki, para petugas kepolisian membongkar adanya 18 pistol Glock buatan Austria dan kemudian membeber pistol-pistol tersebut di atas meja.

Kepala kepolisian Mardin, Ismet Tasan, mengatakan bahwa senjata-senjata tersebut pada awalnya disumbangkan oleh pasukan AS untuk para polisi Irak dengan harga lebih dari $1.500 per buahnya. Pistol-pistol tersebut kemudian diselundupkan ke Turki dan dapat dijual kembali senilai $5.000.

“60 dari 140 senjata yang berhasil didapatkan oleh tim kami dalam enam bulan terakhir berjenis Glock,” kata Tasan kepada para Wartawan. “Kami telah mengamati adanya peningkatan permintaan untuk membeli senjata-senjata tersebut.”

Para pejabat Turki mengatakan bahwa terbongkarnya penyelundupan tersebut hanyalah sebuah fenomena gunung es, dimana hanya sebagain kecil yang terungkap, sementara pelanggaran yang lainnya masih banyak berlangsung.

Bulan Juli 2007, seorang pejabat Turki mengumumkan bahwa pihaknya menemukan senjata dalam jumlah besar yang tampaknya berasal dari Amerika, termasuk pistol Glock, senapan serbu AK-47 dan M-16, di tangan kelompok separatis Kurdi dari partai pekerja Kurdistan (PKK) yang tertangkap oleh pemerintah.

PKK terlibat perang dengan Turki sejak tahun 1984, PKK beroperasi dari kamp-kamp di pegunungan di sepanjang perbatasan Irak. Baik AS maupun Turki secara resmi memberikan label organisasi teroris terhadap PKK.

“Ketika kami menelusuri asal senjata-senjata tersebut, kami menemukan bahwa senjata yang dipegang oleh para penjahat tersebut merupakan senjata yang serupa dengan yang diberikan kepada tentara Irak,” demikian kata menteri luar negeri Turki Abdullah Gul dalam sebuah wawancara televisi pada tanggal 16 Juli 2007. “Maka kami meminta klarifikasi dari Amerika.”

Profesor Ihsan Bal, seorang pakar terorisme dari pusat penelitian strategi internasional di Ankara, mengatakan, “para teroris pada akhirnya selalu menenteng senjata Amerika.” Seperti halnya para pejabat Turki, dia menuding AS memang dengan sengaja mempersenjatai PKK.

“Kami tidak mengadakan perjanjian dengan PKK,” demikian bantahan AS yang dilontarkan oleh juru bicara Pentagon, Geoff Morrell. “Kami tidak pernah berbicara dengan mereka, membuat kesepakatan, apalagi mempersenjatai mereka sebagai bagian dari kebijakan negara.”

“Saya rasa, ini adalah sebuah “ketidasengajaan”, AS pastinya tidak pernah menginginkan senjata yang disediakan untuk pasukan keamanan Irak, berada di tangan para kriminal dan pemberontak di negara lain,” kata Rachel Stohl dari pusat informasi pertahanan di Washington, Stohl adalah seorang analis masalah perdagangan senjata ilegal.

Stohl menambahkan bahwa penyebaran senjata Amerika di sepanjang wilayah Turki adalah sebuah “konsekuensi” dari tindakan pasukan AS yang memberikan senjata kepada pasukan keamanan Irak. [adm/suaramedia]

1Komentar

  1. Your report is very interesting indeed.
    I invite You to see a great collection of views of borders (perbatasan) in my Italian-Estonian site http://www.pillandia.blogspot.com
    Helping text in Your language too.
    Best wishes from Italy!

    BalasHapus

Posting Komentar

Sebelumnya Selanjutnya

Recent Posts