Ditegaskan oleh al-Barri, dengan dibatasinya masa jabatan Syaikh Al-Azhar, posisi terluhur badan keagamaan di Mesir tersebut seharusnya juga bisa terbuka untuk yang lain.
"Seharusnya, masa jabatan tersebut dibatasi, dan pemilihannya pun lewat jalan musyawarah yang demokratis, bukan oleh negara," kata al-Barri.
Selain menolak jabatan seumur hidup atas Syaikh Al-Azhar, al-Barri juga menolak ketiadaannya batasan waktu tertentu (seumur hidup) pada jabatan-jabatan lain semisal Ketua Dewan Bahasa Arab (Majma' al-Lughah al-'Arabiyyah), Ketua Sindikat Para Habaib (Niqabah al-Asyraf), Syaikh Masyayikh Tarekat Sufi, hingga Patriarch Gereja.
Diisyaratkan oleh al-Barri, jika jabatan Syaikh Al-Azhar ditetapkan seumur hidup, maka sosok Syaikh Al-Azhar tak ubahnya seperti Paus dalam dunia Kristen.
Di sisi yang lain, Uskup wilayah Shubra al-Khima a-Anba Marqus menegaskan jika dalam ajaran keagamaan Kristen memang mengamini adanya sistem jabatan seumur hidup bagi pucuk pimpinan spiritual mereka. Di Mesir, misalnya, Poppe Shenoudha, pucuk tertinggi Gereja Kristen sekte Koptik Mesir juga menjabat seumur hidup.
Posting Komentar