Ketegangan hubungan antara Turki dengan Isrel rupanya akan terus berlanjut hingga tempo yang lama dan berbuntut panjang. Kondisi ini berpengaruh pada grafik hubungan ekonomi, dagang, dan wisata kedua negara yang menurun drastis dalam bulan-bulan terakhir ini.

Kedua negara yang pada mulanya sekutu termesra dan mitra terdekat di kawasan itu mulai mengalami kerenggangan hubungan pasca agresi Israel ke Jalur Gaza di akhir tahun lalu, yang disusul dengan kritikan tajam PM Turki atas agresi tersebut yang dihujamkan langsung di hadapan muka Presiden Israel Simon Perez pada KTT Ekonomi Davos, Swiss, awal tahun lalu.

Kini, kondisi kerenggangan kedua negara itu juga kembali tampak ketika Menteri Luar Negeri Turki Ahmet Davutoglu yang batal mengunjungi Israel di waktu dekat ini, atas pasal Davutoglu akan mengkhiri kunjungannya dengan menziarahi Jalur Gaza, wilayah "merah" Israel.

Davutoglu diundang oleh pemerintahan Israel untuk menghadiri konferensi internasional perpolitikan yang diprakarsai oleh Presiden Perez dan digelar di ibu kota Tel Aviv.

Davutoglu Turki menyambut baik undangan tersebut, tetapi ia meminta opsi untuk mengunjungi Jalur Gaza di sela-sela konferensi. Tentu saja, tanggapan Israel pun sudah dapat dipastikan: permintaan Davutoglu tidak dikabulkan.

Harian Israel Haaretz melansir, terkait tidak dikabulkannya permintaan Davutoglu tersebut, pemerintah Israel memiliki sejumlah alasan, salah satunya adalah kekhawatiran jika kunjungan menlu Turki itu akan diliput secara besar-besaran oleh pelbagai media dunia, khususnya Timur Tengah.

Kunjungan Davutoglu tersebut dikhawatirkan akan menjadi semacam bom waktu yang menyulut "kebangkitan" bangsa Arab dari "keterpurukan" mereka selama ini di hadapan tagedi Gaza dan Palestina. Hal ini maklum, karena Turki dipandang sebagai negara Muslim yang paling berpengaruh saat ini.

Respon terkait "penolakan" Israel terhadap permohonan menlu Turki itu pun jelas mendapatkan sorotan tajam dari dalam negeri Turki, baik dari pihak pemerintah atau pun sipil. Maklum, masyarakat Turki memiliki nasionalisme yang tinggi. Sebagian dari mereka juga memiliki superioritas di hadapan bangsa-bangsa Eropa, karena Turki pernah "menjajah" dan menaklukan Eropa, apalagi di hadapan Israel dan Arab.

Salah satu bentuk reaksi dari kalangan sipil, misalnya, terpampang sebuah spanduk besar yang dipajang di salah satu pintu kota Istanbul yang bertuliskan: anjing dan orang-orang Israel dilarang masuk. [adm/eramuslim]

0Komentar

Sebelumnya Selanjutnya

Recent Posts