Banyak warga Irak lebih prihatin dengan larangan bertanding tim sepak bola nasional mereka oleh FIFA daripada melanjutkan perdebatan atas undang-undang pemilihan umum mendatang.

"Kami tidak tertarik dengan pemilu. Ini cerita lama yang sama dan tidak ada yang bagus dari semua hal itu," kata Israa Munthar kepada Reuters pada Selasa kemarin (24/11).

"Sepak bola 100 kali lebih penting daripada Pemilu."

Pemilihan umum, yang dijadwalkan untuk bulan Januari tahun depan, kemungkinan besar akan tertunda karena sebuah kesepakatan adanya amandemen undang-undang pemilu pada hari Senin yang lalu dan hal ini veto untuk kedua kalinya oleh wakil President Tareq al-Hashemi.

Anggota parlemen Syiah dan Kurdi pada hari Senin lalu mengamandemen sebuah undang-undang yang akan meningkatkan jumlah kursi parlemen untuk wilayah Kurdi yang otonom dan mengurangi jumlah kursi untuk daerah warga Sunni.

Jika kedua hak veto digunakan, DPR dapat membatalkan hal itu dengan mengesahkan undang-undang pemilu dengan 60 persen mayoritas.

Anggota parlemen dari aliansi Syiah dan Kurdi akan melampaui batas dengan sekitar 30 suara untuk cadangan dalam 275 kursi majelis.

Komisi pemilihan telah memperingatkan bahwa melanjutkan penundaan atas undang-undang pemilu akan mengancam persiapan penjadwalan tanggal pemungutan suara, yang saat ini dijadwalkan untuk paruh kedua bulan Januari tahun depan.

Di bawah konstitusi, pemilihan umum - yang kedua sejak invasi - harus diadakan pada tanggal 31 Januari 2010.

Banyak yang mengatakan pemilu itu penting karena bermaksud untuk membuka jalan bagi penarikan sebagian pasukan AS dari Irak tahun depan.

"Saya ragu akan diadakannya pemilu setelah melihat kinerja orang-orang yang menyebut diri mereka politisi," kata Mamdouh al-asap Qubaysy seorang pensiunan yang sedang kongkow di sebuah warung kopi.

Sedangkan Louay Kareem, seorang buruh harian berpendapat sama dengan Mamdouh.

"Apakah pemilu ditunda atau tidak, tidak ada bedanya."

Mempersatukan

Meskipun pentingnya undang-undang pemilihan dan pemilu dapat membentuk masa depan Irak, banyak orang yang lebih prihatin dengan larangan FIFA.

"Sepak bola lebih penting, dan tidak seharusnya dipolitisasi," tegas al-Qubaysy.

Pekan lalu FIFA Memutuskan untuk menghentikan Irak dari keikut sertaan mereka di persepak bolaan internasional untuk alasan karena campur tangan pemerintah di Asosiasi Sepak Bola Irak.

Persengketaan bermula disebabkan adanya usaha yang dipimpin oleh otoritas pemerintah yang mayoritas Syiah untuk merebut kendali atas sebuah asosiasi sepak bola nasional Irak yang selama ini didominasi oleh tokoh-tokoh olahraga dari era pemerintahan Saddam Husein.

Sepak bola telah dilihat sebagai alat kekuatan pemersatu yang sangat kuat di Irak yang dilanda perang, di mana isu sektarianisme semakin meningkat sejak invasi AS pada tahun 2003.

"Sepak bola lah yang membawa semua orang Irak bersama," kata Al-Qubaysy.

"Sepak bola telah menjadikan kaum kelompok Sunni, Syiah dan Kurdi bersama-sama," ujar Munthar, berbicara kepada sekelompok wanita yang sedang berbelanja.

Puncak dari kekerasan sektarian di tahun 2007, tim sepak bola Irak memberikan kejutan dengan menang di Piala Asia dan membawa senyum yang sudah lama hilang di wajah banyak warga Irak.

Irak dari semua Etnis dan afiliasi keagamaan bersatu dalam merayakan kemenangan tim nasional mereka.

Kareem, seorang buruh, mengatakan sepak bola, seperti politik, adalah hal kecil yang ajaib yang membawa kebahagiaan dan warga Irak telah lama menunggu saat-saat persatuan itu terjadi.

"Sepak bola merupakan satu hal yang membawa kebahagiaan dan membawa negara bersama-sama." [adm/eramuslim]

0Komentar

Sebelumnya Selanjutnya

Recent Posts