Pemerintah AS kembali menerima pukulan telak ketika sebuah laporan baru mengungkapkan bahwa bekas penjara yang dioperasikan AS di Irak kini telah beralih fungsi. Tempat tersebut saat ini berubah menjadi pusat pelatihan bagi kelompok-kelompok militan.

Sebagaimana diberitakan oleh AFP, beberapa orang mantan tahanan yang pernah menghuni penjara AS tersebut mengungkapkan bahwa penjara tersebut telah dijadikan pusat pelatihan gerakan-gerakan radikal.

Di bekas lokasi Camp Bucca, penjara AS yang ditutup pada bulan September 2009 tersebut, yang terletak di dekat kota pelabuhan Umm Qasr, para militan memberikan kursus dan pelatihan kepada mantan narapidana. Materi yang diberikan meliputi cara-cara penggunaan bahan peledak dan juga cara meledakkan diri, demikian diberitakan oleh AFP.

Dua buah serangan yang masing-masing terjadi di gedung kementerian luar negeri dan kementerian keuangan pada tanggal 19 Agustus silam kabarnya dilakukan oleh dua orang mantan tahanan Camp Bucca.

Ledakan bom truk tersebut menewaskan lebih dari 100 orang dan melukai hampir 600 orang lainnya yang kebetulan tengah berada di dalam dan di sekitar kantor kementerian keuangan dan kementerian luar negeri Irak.

Perdana Menteri Nuri al-Maliki menyerukan agar tindakan pengamanan di negara tersebut ditingkatkan. Sementara itu, juru bicara kementerian pertahanan IRak, Mayor Jenderal Mohammad al-Askari, mengatakan kepada para personel militer AS dan Irak: “Kita semua harus menghadapi fakta. Kita harus mengakui kesalahan-kesalahan kita, yang terjadi disaat kita tengah merayakan kemenangan,” demikian dikutip oleh Reuters.

Juru bicara pasukan keamanan Irak, Mayor Jenderal Qassim al-Moussawi, kepada stasiun televisi pemerintah, Iraqiya, berkata: “Serangan tersebut merupakan sebuah kelalaian keamanan, pasukan Iraklah yang harus dipersalahkan.”

Ia menambahkan bahwa sejumlah pejabat keamanan ditahan dan menunggu proses investigasi lebih lanjut.

Seorang politisi senior Syiah menyerukan kepada perdana menteri Irak untuk memecat para pejabat keamanan dan intelijen yang bertanggungjawab atas wilayah-wilayah yang mengalami serangan. “Kita harus menghukum orang-orang yang berbuat kesalahan,” kata Hadi al-Ameri, politisi senior tersebut, kepada Iraqiya.

Adel Jasim Mohammed, seorang mantan tahanan Camp Bucca yang mendekam selama empat tahun di dalam penjara AS tersebut tanpa pernah menghadapi tuntutan atau persidangan, mengatakan, “Para pejabat AS tidak melakukan apapun di masa lalu untuk menghentikan pengajaran radikalisme kepada para tahanan muda di penjara (Camp Bucca),” demikian dilansir oleh Al Jazeera.

Ketika dimintai keterangan, militer AS membantah bahwa ada radikalisasi di dalam penjara yang telah dihuni oleh ribuan orang warga Irak sejak pertama kali dibuka pada 2003 dan ditutup pada bulan September 2009.

“Ketika kami datang dengan model rumah tahanan yang memisahkan para tahanan, dimana tiap sel maksimum dihuni sepuluh orang sehingga mereka tidak mendapatkan akses terhadap siapapun, para tahanan menjadi amat frustrasi,” kata Jenderal David Quantock, deputi kepala operasi tahanan dari pasukan multi nasional di Irak.

Antara tahun 2003 dan 2009, diperkirakan ada sekitar 100.000 orang warga Irak yang dikurung oleh AS di Camp Bucca. [adm/suaramedia]

0Komentar

Sebelumnya Selanjutnya

Recent Posts