Perdamaian dan perang, begitulah keduanya akan menjadi keseimbangan dalam dunia ini. Setidaknya itu yang disampaikan oleh presiden AS, sekaligus penerima Nobel Perdamaian tahun ini, Barack Obama.

Pidato Obama ini, disampaikan di Oslo ketika menerima Nobel tersebut, menuai banyak pro, kontra, kanan dan kiri, serta pujian dan kritik. Kaum konservatif megnatakan bahwa kebijakan luar negeri Obama melakukan pendekatan yang naif. Sementara, kaum Liberal yang mendukung Obama memujinya dengan mengatakan bahwa hal itu hanya masalah mempertahankan hak untuk membela diri.

Jonathan Chait dari New Republic mencatat bahwa "Obama mencoba untuk menjelaskan bagaimana dia memadukan idealisme dengan realisme diplomatik." Konservatif John Bolton, Duta Besar PBB di bawah Presiden George W. Bush, menggambarkan pidato Obama seperti "pejalan kaki, bombastis, dan bersemangat." Ia mengatakan kepada National Review bahwa "pidato juga khas Obama dalam mementingkan diri sendiri dan pendekatan segala sesuatu untuk semua orang."

Joe Klein, di situs majalah Times, menulis bahwa Obama "melakukan hal yang membuat bangsa AS bangga" dengan pidato yang "seimbang antara berperang melawan kebutuhan perdamaian dan keadilan dunia."

Chuck Raasch melaporkan bahwa Obama menyebutkan "perang" sekurang-kurangnya 44 kali dan istilah "perdamaian" atau "damai" minimal 32 kali.

Peter Wehner, seorang direktur "inisiatif strategis" di Gedung Putih pada masa Bush, menulis di National Review bahwa meskipun beberapa pernyataan Obama itu "sederhana dan bertele-tele dan terlalu lama," pidatonya secara keseluruhan adalah "signifikan dan menggembirakan." Wehner mencatat bahwa Obama "memuji Amerika Serikat untuk beban yang telah ditanggung dan pengorbanan yang telah dilakukan atas nama perdamaian, keadilan, dan stabilitas."

Dalam banyak hal, pidato Obama dan pendekatan kebijakan luar negerinya sama dengan gema dari Woodrow Wilson, presiden yang memimpin Amerika terhadap Perang Dunia I (dan juga memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian!).

Sejarawan John Milton Cooper, Jr, yang telah menulis biografi Wilson, menulis tentang persamaan di situs web The Daily Beast. Menulis Cooper: "Obama, seperti Wilson, telah menuai pujian dan kutukan. Tapi, seperti Wilson, ia mencari ukuran praktis, dan langkah-langkah untuk memajukan cita-citanya."

Hmm, pidato perdamaian yang simpatik—mungkin, sementara, perang di Iraq dan Afghanistan masih terus berjalan. Dan semakin gelap untuk rakyat kedua negara Islam itu. [adm/eramuslim]

0Komentar

Sebelumnya Selanjutnya

Recent Posts