Baghdad -- Gerilyawan Irak yang terkait dengan Al Qaida hari Rabu (27/1) mengklaim bertanggung jawab atas serangan-serangan bom pekan ini terhadap tiga hotel di Baghdad yang menewaskan sedikitnya 36 orang, dan berjanji pertumpahan darah akan berlanjut.

Kelompok Daulah Islam Irak mengeluarkan pernyataan itu dua hari setelah tiga serangan bom ditujukan pada ketiga hotel itu, yang dua diantaranya populer bagi warga asing dan media Barat.

"Para ksatria Baghdad turun ke pusat kota yang terluka ini dan menyerang tempat-tempat penjahat," kata pesan itu, yang dipasang di situs berita yang biasa digunakan oleh kelompok-kelompok pejuang.

Pernyataan itu menyebut nama hotel Babylon, (Sheraton) Ishtar, dan al-Hamra yang menjRata Penuhadi sasaran dalam serangan-serangan bom di Baghdad pusat itu, yang terjadi dalam selang waktu beberapa menit antara yang satu dan yang lain.

"(Serangan) pada sasaran keamanan lain akan segera dilakukan, insya Allah... karena lokasi ini merupakan sasaran sah bagi serangan mujahidin," katanya.

Serangan-serangan itu menggarisbawahi rapuhnya keamanan Irak hanya enam pekan sebelum pemilihan umum nasional, yang mungkin akan memperkokoh kekuasaan Perdana Menteri Nuri al-Maliki atau membawa Irak ke arah yang baru.

Rangkaian pemboman Senin itu disusul dengan serangan bom pada Selasa di luar kantor Kementerian Dalam Negeri Irak di Baghdad, yang menewaskan sedikitnya 17 orang.

Serangan-serangan Senin itu berbeda dari pemboman tingkat tinggi di Baghdad beberapa waktu lalu yang ditujukan pada gedung-gedung pemerintah.

Hampir 400 orang tewas dan lebih dari 1.000 lain cedera tahun lalu dalam serangan-serangan bom terkoordinasi di sejumlah gedung pemerintah, termasuk kementerian-kementerian keuangan, luar negeri dan kehakiman pada Agustus, Oktober dan Desember.

Kekerasan di Irak menurun secara dramatis pada 2009 ke tingkat terendah sejak invasi pimpinan AS pada 2003, namun kelompok pemantau memperingatkan bahwa pencapaian keamanan tetap mendatar.

Seorang jendral senior AS dalam wawancara dengan AFP beberapa waktu lalu bahkan memperingatkan, gerilyawan mungkin akan melancarkan serangan-serangan yang lebih mengejutkan seperti pemboman dahsyat di Baghdad pada 25 Oktober, menjelang pemilihan umum Maret.

Mayor Jendral John D. Johnson mengatakan bahwa meski situasi keamanan akan stabil pada pertengahan tahun ini, kekerasan bermotif politis yang bertujuan mempengaruhi bentuk pemerintah mendatang merupakan hal yang perlu dikhawatirkan.

Dua serangan bom bunuh diri menewaskan 153 orang di Baghdad pusat pada 25 Oktober.

Rangkaian serangan dan pemboman sejak pasukan AS ditarik dari kota-kota di Irak pada akhir Juni telah menimbulkan pertanyaan mengenai kemampuan pasukan keamanan Irak untuk mengamankan negeri.

Meski ada penurunan tingkat kekerasan secara keseluruhan, serangan-serangan terhadap pasukan keamanan dan warga sipil hingga kini masih terjadi di Kirkuk, Mosul dan Baghdad.

Banyak orang Irak juga khawatir serangan-serangan terhadap orang Syiah akan menyulut lagi kekerasan sektarian mematikan antara Sunni dan Syiah yang baru mereda dalam 18 bulan ini. Puluhan ribu orang tewas dalam kekerasan sejak invasi pimpinan AS ke Irak pada 2003.

Jumlah korban tewas akibat kekerasan di Irak turun hingga sepertiga menjadi 275 pada Juli, bulan pertama pasukan Irak bertanggung jawab atas keamanan di daerah-daerah perkotaan sejak invasi pimpinan AS pada 2003.

Kekerasan menurun secara berarti di Irak dalam beberapa bulan ini, namun serangan-serangan meningkat menjelang penarikan militer AS, dan 437 orang Irak tewas pada Juni -- jumlah kematian tertinggi dalam kurun waktu 11 bulan.

Perdana Menteri Nuri al-Maliki memperingatkan pada Juni bahwa gerilyawan mungkin meningkatkan serangan mereka dalam upaya merongrong kepercayaan masyarakat pada pasukan keamanan Irak bentukan Amerika. [adm/voa-islam]

0Komentar

Sebelumnya Selanjutnya

Recent Posts