Lingkaran politik di Mesir mungkin saat ini tengah sibuk dengan perkembangan di dalam tubuh Ikhwan, sehubungan dengan pemilu raya. Mesir dan Arab sibuk memantau apa yang sedang terjadi di dalam Ikhwan, sehubungan dengan internal dan atau di luar gerakan.

Kejadian-kejadian dimulai dengan pengumuman sang Mursyid Aam, Mohammed Mehdi Akef, bahwa ia tidak bermaksud untuk memperpanjang masa jabatannya, yang akan berakhir musim panas mendatang.

Satu kelompok dari kepemimpinan Ikhwan bersikeras mengadakan pemilu untuk Dewan Syuro dan Biro Eksekutif, sementara yang lain lebih suka tidak terburu-buru dengan pemilu, karena lebih berfokus meyakinkan Akef untuk kembali dari keputusannya untuk mundur.

Sejak awal, pemilu ini tampaknya sudah menunjukkan sebuah gelagat yang “aneh” dengan tanpa melibatkan sama sekali Dr Muhammad Habib, atau Dr Abdel-Monem Abul-Futuh, (keduanya merupakan wakil Akef) dan diharapkan dapat menggantikan Akef, bahkan jika selama masa transisi.

Tidak heran jika banyak yang mempertanyakan legitimasi pemilu ini dan sejauh mana sesuai dengan prosedural Ikhwan sendiri. Ada rumor tentang "pengaturan" antara kelompok pertama dan beberapa pemimpin Ikhwan, untuk menyingkirkan Habib dan Abul-Futuh.

Ada juga bicara tentang sebuah terobosan dalam sayap reformis kelompok, yang melibatkan Habib dan Abul-Futuh sebagai anggota, melalui golongan "elang" yang dipimpin oleh sekretaris jenderal Ikhwan, Mahmoud Izzat.

Isu yang lain: Dewan Syuro yang baru belum dapat diselesaikan, meskipun pengumuman namanya harus dilakukan dalam beberapa hari, setelah semua kandidat menerima persetujuan atau dukungan dari kelompok Ikhwan di luar Mesir.

Tentu saja, perdebatan akan meningkat tentang Mursyid Aam yang baru, bagaimana ia terpilih, dan apakah proses itu sesuai dengan Ikhwan sendiri atau tidak. Sebagian percaya bahwa mungkin Ikhwan pada akhirnya kehilangan “sesuatu,” karena semua pembicaraan sudah mulai mengerucut akan transparansi yang hilang.

Namun, kenyataannya, peristiwa di lapangan menunjukkan bahwa krisis saat ini telah lewat. Hiruk-pikuk media untuk membuat para pemimpin Ikhwan bicara dipublik, bahkan jika kritik sebagian anggota terhadap metode pemilu bergaung begitu keras.

Dalam hal ini, Ikhwan mungkin akan memperoleh simpati dari orang-orang yang bukan anggota kelompok, namun, kita juga tahu dari ilmu politik bahwa hal yang paling berbahaya bagi kelompok-kelompok seperti itu adalah ketika kritik dan "ledakan politik" datang dari dalam.

Sejarah Ikhwan dan keahlian para pemimpinnya selalu membuktikan bahwa kelompok tersebut mungkin akan terpengaruh oleh apa yang sedang terjadi di dalamnya, untuk jangka waktu tertentu, tapi selalu kembali ke peristiwa sebelumnya.

Sangat mudah untuk mengkritik Ikhwan, dan beberapa mungkin percaya itu lebih baik untuk membicarakan tidak adanya nama Habib dan Abul-Futuh, dan kegagalan untuk mengikuti prosedur yang tepat dalam pemilihan yang baru itu.

Namun, sebuah analisis praktis tidak boleh melupakan bahwa Ikhwan telah lama menderita dari perpecahan sepanjang sejarahnya. Namun, tetap Ikhwan, sebagai kelompok ideologis-politik, selalu membuktikan diri berdiri tegak sebagai sebuah pergerakan Islam.

Tentu saja, salah satunya adalah kurangnya outlet politik untuk kaum muda yang ingin terlibat dalam aksi politik. Alih-alih menjerit-jerit tentang struktur Ikhwan yang mulai terasa kompromis, kaum muda Ikhwan ini seharusnya menyiapkan diri untuk menjadi siklus berikutnya dalam gerakan Ikhwan di masa mendatang sesuai yang mereka inginkan dan cita-citakan sejak dulu. [adm/eramuslim]

0Komentar

Sebelumnya Selanjutnya

Recent Posts