Surabaya - Baik buruknya moral remaja dipengaruhi tiga hal; sekolah, lingkungan, dan keluarga. Jika ketiga hal tersebut baik, otomatis moral remaja akan baik. Sebaliknya, jika buruk akan membuat moral remaja buruk. Sebab, tumbuhkembangnya moral remaja selalu dipengaruhi hal tersebut.

Pernyataan ini disampaikan Hj. Neno Warisman, praktisi pendidikan dan homescholing Jakarta.

Ketika ditemui usai acara seminar “Pendidikan Kiat Sukses Menumbuhkembangkan Karakter Anak” di ruang Graha Sawunggaling, Balai Kota Surabaya, Ahad sore (14/2), ia mengatakan, banyak remaja yang saat ini hidup dalam ketidaksterilan tiga hal tersebut. Jadinya, banyak moral remaja yang rusak.

Apalagi keluarga yang seharusnya menjadi benteng terakhir pertahanan moral siswa justru jebol. Orangtua cenderung berorientasi pada materialistik, sehingga dalam mendidik anak, ujungnya hanya bagaimana anak bisa mendapat materi sebanyak-banyaknya, atau menjadi makhluk materi.

“Padahal, manusia secara subtansi, bertugas mengabdi kepada Allah, bukan menjadi mahkluk materi,” kata Neno.

Karena paradigma yang salah itu, menurut wanita bernama lengkap Titi Widoretno Warisman ini, orangtua kerap memberikan pola asuh yang otoriter dan permisif. Otoriter untuk hal keduniawian dan permisif untuk hal yang dilarang agama.

Setali tiga uang dengan sekolah. Bukannya mencerdaskan remaja, sekolah justru menjadi gerbong-gerbong pembodohan. Sekolah belum berhasil memberikan porsi yang adil bagi anak. Padahal setiap anak memiliki kecerdasan masing-masing dan berbeda (multiple intelligences), namun sekolah justru menekankan pada disiplin ilmu tertentu saja. Karena itu, Neno mengkritik program Ujian Nasional yang hanya menjadikan sejumlah tolok ukur mata pelajaran sebagai kelulusan siswa. Padahal, siswa memiliki kecerdasan yang berbeda.

Neno juga mengganggap, sekolah gagal dalam mendoktrin siswa agar memiliki spirit belajar seumur hidup (long life education). Belajar bukan hanya di sekolah, namun seumur hidup. Dan hal itu belum ditanamkan sekolah secara maksimal kepada siswa. Siswa hanya diajarkan ilmu dan bagaimana mendapat kerja, setelah itu selesai.

Hal yang tidak jauh berbeda dengan lingkungan. Malah, kerusakan lingkungan sudah sulit ditoleransi. Pornografi menjalar hampir di mana-mana, sehingga para anak bebas mengaksesnya. Padahal, sekali anak membuka pornografi, maka dia akan ketagihan, ibarat zat adiktif.

Wanita yang pernah membintangi film “Sayekti dan Hanafi” ini mengharapkan agar para orangtua membekali anak ilmu bahaya pornografi. Sesering mungkin orangtua berinteraksi dan memantau perkembangan psikologis anak. Jika terjadi friksi-friksi, harus segera mungkin diatasi dan dikonsultasikan.

Neno juga mengkritik program internet ke desa-desa yang digulirkan pemerintah. Jangan sampai dengan dalih kemajuan, kemudian justru merusak moral siswa. Seharusnya, sebelum melakukan hal itu, pemerintah terlebih dulu mengedukasi siswa bahaya pornografi. Tak hanya itu, internet juga harus bebas dari pornografi. [adm/hidayatullah]

0Komentar

Sebelumnya Selanjutnya

Recent Posts