Terdapat serangan hacker terhadap website surat kabar VG Nett dan Dagbladet pada hari Rabu yang melumpuhkan kedua website kedua surat kabar itu untuk beberapa waktu. Sang hacker berasal dari Turki.

Masalah dengan VG Nett dimulai sekitar pukul 21:00 waktu setempat ketika halaman depan dan artikelnya dibuat tidak dapat dibaca oleh para pengguna.

“Kami belum tahu apa yang menyebabkan operasi kami berhenti selama 45 menit,” ujar Audun Ytterdal, manajer operasi VG Nett.

Dagbladet melaporkan bahwa websitenya telah menjadi subyek tekanan besar dari sekitar 5.0000 alamat IP.

“Kami mungkin mengalami serangan yang sama dengan Dagbladet,” ujar Ytterdal.

Setelah kartun Nabi Muhammad dipublikasikan, para hacker Turki membajak sejumlah website Norwegia.

Di bulan Januari, website sebuah klub sepak bola dibajak dan ditampilkan gambar sejumlah Muslim yang menginjak-injak bendera Denmark.

Sebelumnya telah diberitakan bahwa politisi Partai Konservatif di dalam Dewan Oslo, Aamir Sheikh, yang merupakan seorang Muslim, mengambil inisiatif untuk mengadakan pertemuan selama satu jam antara Malana-Hafiz Mehboob-ur-Rehman, imam Islamic Cultural Centre – salah satu Masjid terbesar di Norwegia, dan editor Dagbladet, Lars Helle.

Tujuannya adalah untuk menemukan solusi atas konflik yang muncul setelah Dagbladet mencetak kartun Nabi Muhammad sebagai ilustrasi dari sebuah artikel minggu lalu. Jumat malam, 1.000 supir taksi memarkir mobilnya sebagai bentuk protes atas dicetaknya kartun-kartun itu.Begitu juga dengan yang terjadi pada Minggu pagi.

Sekarang, sang imam takut bahwa reaksinya akan semakin keras daripada ketika kartun itu dicetak untuk pertama kalinya di Norwegia pada tahun 2006. Dalam sebuah konferensi pers dadakan setelah pertemuan, imam Mehboob-ur-Rehman mengatakan bahwa ia tidak dapat bertanggung jawab atas apa yang akan terjadi sebagai respon terhadap kartun Nabi Muhammad di Dagbladet tanggal 3 Februari.

“Kali ini kami takut akan terjadi masalah yang lebih besar daripada ketika kartun Nabi Muhammad dicetak tahun 2006. Saat itu, komunitas dan Dewan Islam yang menuntut permintaan maaf. Sekarang, bukan organisasi, Masjid, atau komunitas, namun individual, karena itu situasinya bisa di luar kontrol,” ujar Mehboob-ur-Rehman.

Dalam responnya Lars Helle mengatakan, “Saya rasa kita semua memiliki sebuah tanggung jawab untuk menjaga agar reaksinya berada pada level normal.”

Sang imam mengatakan bahwa ia akan terus berusaha mengatasi isu tersebut.

“Kami akan melakukan dialog karena pertemuan ini tidak membuahkan hasil, dan kita lihat apa yang akan terjadi,” ujarnya.

Aamir Sheikh mengatakan bahwa pertemuan itu berlangsung tenang dan berada pada topik, kedua pihak juga saling berjabat tangan sebelum dan sesudah pertemuan. Namun ia juga mengkhawatirkan apa yang akan terjadi selanjutnya.

Penyelenggara pertemuan itu, Sheikh, juga takut akan munculnya lebih banyak reaksi, namun tidak tahu apa yang akan terjadi.

“Saya merasa situasinya bertambah buruk. Seandainya ada kesepakatan dalam pertemuan ini, maka kemarahan kaum ekstremis dapat dihentikan. Karena kedua pihak tidak dapat bersepakat, kita tidak memiliki kendali terhadap apa yang akan dilakukan orang-orang,” ujar Sheikh. “Apa pun bisa terjadi.”

Ia mengatakan telah berharap kedua pihak akan saling memberi dan menerima untuk mencapai sebuah kompromi. Terlepas dari kekecewaan itu, Aamir Sheikh mengatakan mungkin akan mengambil inisiatif lagi untuk pertemuan yang baru. Ia meminta Menteri Luar Negeri Jonas Gahr Store untuk mengintervensi.

Sheikh mengatakan bahwa kedua pihak tampak saling memahami sudut pandang dan opini masing-masing. Imam Mehboob-ur-Rehman mengatakan bahwa yang menjadi masalah bukan liputan Dagbladet, tapi penggunaan gambarnya.

“Kami tidak dapat sepakat atas apa yang penting bagi imam,” ujar Lars Helle setelah pertemuan.

Ia mengatakan tidak menyesal surat kabarnya mencetak kartun itu.

“Saya tidak menyesalinya, mereka bisa berpikir apa saja, namun saya kira Dagbladet memiliki hak untuk mengilustrasikan berita dengan caranya sendiri,” ujar Helle.

Helle berpendapat bahwa cetakan kartun Dagbladet berbeda dengan apa yang terjadi di masa lalu.

“Saya rasa kasus ini sedikit berbeda dengan yang lainnya, karena ini adalah sebuah ilustrasi untuk sebuah bahan berita,” ujarnya. [adm/suaramedia]

0Komentar

Sebelumnya Selanjutnya

Recent Posts