Ibu kota wilayah barat jauh China yang bergolak, Xinjiang, yang dilanda kerusuhan etnis tahun lalu dan menewaskan sekitar 200 orang, kini menghadapi perjuangan yang lama untuk memelihara stabilitas, kata Walikota Xinjiang dalam pernyataan-pernyataan yang dilaporkan Jumat (5/2).

Xinjiang yang kaya energi berlokasi strategis di persilangan Asia Tengah dan Beijing, yang tampaknya berkeputusan untuk menggenggam ketat wilayah itu. Pada Juli lalu, aksi-aksi protes warga Uighur di ibu kota wilayah Xinjiang, Urumqi, memberi peluang serangan-serangan yang mematikan, terutama ditargetkan kepada para anggota suku Han China yang mayoritas.

Banyak warga Uighur, masyarakat Muslim yang keturunan Turki, marah atas meningkatnya kehadiran suku Han di wilayah itu. Sedikitnya 197 orang tewas dalam kerusuhan-kerusuhan sebelumnya. Sebagian besar adalah suku Han China, dan dua hari kemudian penduduk Han mengadakan aksi protes dan melakukan serangan balasan terhadap penduduk Uighur.

“Urumqi menghadapi kesulitan untuk memerangi separatisme, sekarang, dan untuk beberapa tahun ke depan, setelah aksi-aksi kerusuhan tahun lalu,” kata Walikota Jerla Isamudinhe, kepada Majelis Kota yang dianggap ‘stempel karet’, dalam pernyataan-pernyataan yang disiarkan oleh Kantor Berita resmi Xinhua.

“Kami harus waspada dan menyingsingkan baju dalam perlawanan kami terhadap terorisme, separatisme, dan ekstremisme,” katanya. “Kami harus menghentikan semua aktivitas sabotase dan upaya-upaya sebelumnya.”

Walikota mengatakan, Urumqi akan meningkatkan upaya-upaya untuk memelihara stabilitas sosial, dengan melakukan pengamatan ketat terhadap masyarakat migran, mantan narapidana, dan daerah-daerah sensitif lain, serta orang-orang yang mencurigakan,” kata Xinhua.

“Kami akan terus mempromosikan persatuan di kalangan kelompok-kelompok etnik yang berbedea di seluruh kota, dan membantu membangun kepercayaan dan penghargaan di kalangan orang-orang yang memiliki jalan hidup yang berbeda-beda itu,” kata Walikota itu menambahkan. “Terutama, kami akan meningkatkan melalui pendidikan persatuan etnis di sekolah-sekolah.”

China menyalahkan kerusuhan itu, yang dianggap berkaitan dengan kelompok-kelompok separatis yang mengupayakan kemerdekaan bagi Turkistan Timur. Beijing mengatakan, beberapa dari kelompok-kelompok itu memiliki jaringan dengan Al Qaida, suatu sengketa yang dilakukan oleh sejumlah orang-orang di pengasingan dan para aktivis hak asasi manusia (HAM).

Sedikitnya 26 orang telah dihukum mati berkaitan dengan kerusuhan Juli itu. Pemerintah bulan lalu mengatakan, pihaknya akan mendesakkan peningkatan investasi di Xinjiang, dan mengupayakan peningkatan pengawasan serta persatuan etnis di sana.

Penduduk Xinjiang yang berjumlah 21 juta itu terutama terdiri dari suku Uighur, yang lama menjadi mayoritas di wilayah itu, dan suku Han China, yang banyak tiba di wilayah itu beberapa dasawarsa terakhir. Warga Uighur kini menempati sekitar 46 persen dari jumlah penduduk di wilayah itu. [adm/hidayatullah]

0Komentar

Sebelumnya Selanjutnya

Recent Posts