Hanya satu hari berselang, semuanya telah berubah. Nargiza, 17 tahun, putri seorang petugas kebersihan yang merupakan keturunan Armenia, tiba-tiba saja dipukuli oleh beberapa orang di Moskow.

"Dia dipukuli di jalan, rambutnya acak-acakan, wajah terluka, pakaiannya robek," kata Galina Kozhevnikova dari Moskow Sova Centre, sebuah pusat hak asasi, mengutip seorang kenalannya yang menyaksikan kejadian itu.

Nargiza, diasumsikan sebagai seorang Muslimah karena ia berkulit agak gelap, menjadi korban malang dalam sentimen anti-Islam setelah bom kembar yang merenggut nyawa 39 orang itu.

"Mereka berdiri di sana, dan berteriak: pergi sana, lakukan saja bom syahid," kata satu account yang diposting oleh seorang saksi, yang tidak bernama, di LiveJournal, salah satu komunitas online Rusia ternama.

Keamanan Russia sudah menetapkan bahwa serangan Senin pagi itu dilakukan oleh penduduk Rusia yang berada di Kaukasus Utara, yang sebagian besar Muslim.

Kozhevnikova mengatakan bahwa gadis itu untuk sementara meninggalkan kota dan berada di luar jangkauan orang-orang penuh prasangka itu.

Perempuan dipukuli

Dalam insiden serupa, beberapa laki-laki dan perempuan memukuli dua wanita yang mengenakan jilbab di metro Senin sore. Mereka diangkat dari kursi mereka dan dilemparkan keluar dari kereta, begitu laporan Ekho, sebuah radio populer di Moskow.

Para saksi mengatakan tidak ada seorang pun yang menelepon polisi dan penumpang lain hanya diam saja. Namun seorang juru bicara kepolisian Moskow mengatakan kepada AFP, bahwa tidak ada pelaporan insiden seperti itu.

Di Russia, sentimen anti-imigran sangatlah tinggi. Kozhevnikova mencatat setidaknya sejak Senin kemarin, mungkin sudah ada 10 kasus penyerangan terhadap Muslim namun tidak terdaftarkan.

"Seperti yang saya lihat, bahaya nyata dari hal ini adalah bahwa insiden seperti itu dapat digunakan oleh para politisi," kata Leokadia Drobizheva, Kepala Pusat Penelitian Hubungan Antar etnis di Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia.

Dengan sekitar 2,5 juta pekerja migran, Rusia memiliki pekerja migran terbesar kedua setelah Amerika Serikat.

Perombakan undang-undang anti-teror

Setelah ledakan, aparat penegak hukum Russia berjanji untuk mengetatkan pengamanan. Presiden Dmitry Medvedev pada hari Selasa juga mendesak para pejabat untuk memperbaiki undang-undang anti-teror. Disinyalir, langkah tersebut hampir pasti akan membuat hidup para Muslim yang tinggal di Moskow, lebih sulit lagi.

"Saya punya perasaan firasat," Alisher Madanbekov, seorang pemimpin diaspora Kyrgyz Moskow berkata kepada AFP. "Ketika serangan teror datang, buruh imigran yang pertama menderita," tambah Usmon Baratov, seorang pemimpin Uzbek Moskow.

Aktivis hak asasi manusia mengatakan para pejabat telah lama menutup mata terhadap nasionalisme dan xenofobia di Russia. Menurut Biro Moskow Hak Asasi Manusia, antara bulan Januari dan pertengahan Maret tahun ini, ada 31 serangan xenophobia yang menewaskan 10 orang dan melukai 28 di Rusia "Orang-orang berpenampilan non-Slavia selama beberapa hari ini akan takut untuk keluar di jalan," kata Sova's Kozhevnikova. [adm/eramuslim]

0Komentar

Sebelumnya Selanjutnya

Recent Posts