ISLAMABAD – CIA memperoleh izin khusus untuk menyerang sasaran-sasaran yang lebih banyak, termasuk para tersangka militan yang namanya tidak dikenal. Hal itu merupakan bagian dari ekspansi kampanye serangan drone di perbatasan Pakistan, demikian disampaikan oleh para pejabat dan mantan pejabat antiterorisme AS.

Perluasan otoritas yang disetujui dua tahun lalu oleh pemerintahan Bush dan dilanjutkan oleh Presiden Obama tersebut memungkinkan CIA untuk melakukan analisis, meminjam istilah para pejabat tersebut, “pola kehidupan”, yaitu dengan menggunakan bukti yang dikumpulkan oleh kamera pengintai yang dipasang di pesawat tanpa awak dan juga dari sumber-sumber lainnya mengenai orang dan lokasi tertentu.

Informasi tersebut kemudian dipergunakan untuk menarget para tersangka, bahkan ketika identitas lengkap mereka belum diketahui, kata para pejabat tersebut. Sebelumnya, CIA hanya diperbolehkan membunuh orang-orang yang namanya masuk dalam daftar yang telah disetujui.

Aturan baru tersebut mengubah arah program itu, dari yang sebelumnya bertujuan untuk membunuh para petinggi Al-Qaeda dan Taliban menjadi kampanye serangan udara skala besar yang tidak dibatasi sepanjang orang yang bersangkutan dianggap sebagai ancaman bagi AS, kata mereka.

Jika dahulu melakukan puluhan serangan per tahun, drone CIA kini melancarkan serangan peluru kendali setiap minggu ke arah rumah-rumah, kamp pelatihan, dan tempat persembunyian lain yang dipergunakan oleh para gerilyawan di wilayah suku yang berbatasan dengan Afghanistan.

Sejalan dengan kebijakan organisasi, para pejabat CIA menolak memberikan komentar terkait program drone rahasia tersebut. Beberapa pejabat yang bersedia membahasnya meminta nama mereka tidak disebutkan. Namum, mereka juga menolak membeberkan detail standar bukti yang mereka pergunakan untuk melakukan serangan drone, menurut mereka, prosedur ketat diterapkan untuk memastikan bahwa para gerilyawan menjadi target.

Namun, mereka mengatakan pengintaian tersebut menghasilkan begitu banyak detail sehingga mereka bisa menyaksikan rutinitas kedatangan kendaraan tertentu atau karakteristik orang per orang.

“Musuh bukan hanya kehilangan pemimpin operasional dan penyedia fasilitas – orang-orang yang namanya kita ketahui – tapi juga formasi prajurit dan teroris lainnya,” kata seorang pejabat antiterorisme senior AS yang tidak bersedia menyebutkan namanya. “Kami mungkin tidak selalu mengantongi nama mereka, tapi orang-orang ini jelas merupakan ancaman jika melihat tindakan-tindakan mereka.”

Dalam beberapa kasus, drone melakukan pengintaian selama berhari-hari untuk mencari ‘bukti pembenar’ agar dapat menembakkan peluru kendali, kata para pejabat. Meski demikian, sebuah serangan dapat ditunda atau dibatalkan jika kemungkinan jatuhnya korban sipil terlalu besar, tambah mereka.

Namun, beberapa analis mengatakan bahwa memberikan izin kepada CIA untuk menghabisi orang-orang yang namanya tidak diketahui memiliki risiko besar menewaskan penduduk tidak bersalah. Kematian warga sipil karena persenjataan Barat memicu kemarahan besar di Pakistan dan Afghanistan.

“Ada banyak pertanyaan mengenai etika dala hal ini, mengenai pengetahuan kami tentang identitas target,” kata Loch Johnson, seorang sarjana ilmu intelijen dari Universitas Georgia dan seorang mantan ajudan kongres. “Bahayanya, hal itu dapat menelurkan teroris-teroris baru dan meningkatkan kemarahan publik Pakistan, khususnya tempat di mana serangan itu terjadi.”

Para pejabat AS yakin bahwa serangan tersebut menewaskan tidak lebih dari 30 korban sipil sejak program drone diperluas di Pakistan, sebuah klaim yang tidak mungkin diverifikasi karena kawasan suku yang terpencil dan tanpa hukum biasanya sulit ditembus wartawan Barat. Sebagian memperkirakan bahwa korban sipil berjumlah ratusan.

Dari 500 orang lebih yang disebut para pejabat AS telah dibunuh sejak serangan semakin intensif, mayoritas adalah individu yang namanya tidak dikenal, atau berdasarkan informasi yang tidak lengkap. Dalam beberapa kasus, CIA baru mencari tahu siapa korban sebenarnya setelah diserang.

CIA, dengan arahan pemerintah Bush, mulai menggunakan drone bersenjata untuk melacak Osama bin Laden dan tokoh-tokoh senior Al-Qaeda lainnya, demikian juga dengan para pemimpin Taliban yang hijrah ke kawasan suku Pakistan setelah serangan 11 September.

Pada tahun terakhirnya sebagai presiden, Bush diam-diam melakukan pengembangan program tersebut. Obama melanjutkan itu dan bahkan melakukan efisiensi proses tersebut, sehingga Direktur CIA Leon Panetta dapat melakukan banyak serangan secara diam-diam tanpa memberitahu Gedung Putih sebelumnya, kata seorang pejabat.

Serangan peluru kendali meningkat tajam sejak Obama mulai menjabat. Diperkirakan ada 53 serangan drone pada tahun 2009, meningkat dari 30 serangan lebih pada tahun terakhir masa pemerintahan Bush, menurut data dari sebuah situs milik New America Foundation yang mengikuti laporan pers mengenai serangan di Pakistan. Hingga awal bulan ini, sudah ada 34 serangan lebih banyak. Jika dirata-rata, ada satu serangan setiap tiga setengah hari, menurut data di situs tersebut.

Serangan drone tahun 2010 telah menewaskan 143 hingga 247 orang, menurut perkiraan data yang dihimpun situs tersebut. Tapi, hanya ada tujuh militan yang diidentifikasi di hadapan umum. Di antaranya, ada nama pakar bom Al-Qaeda Ghazwan Yemeni, komandan Taliban Mohammad Qari Zafar, pemimpin Al-Qaeda yang merupakan warga Kanada keturunan Mesir Sheikh Mansoor, dan komandan Taliban asal Yordania Mahmud Mahdi Zeidan.

Pemimpin Taliban Pakistan Hakimullah Mehsud menjadi sasaran beberapa serangan tahun lalu setelah terungkap sejumlah bukti keterlibatannya dalam serangan terhadap pemerintah Pakistan dan warga negara AS.

Mehsud diyakini terbunuh dalam serangan drone bulan Januari, namun agaknya ia selamat. Minggu ini, ia muncul dalam sebuah rekaman video, bersumpah melakukan serangan tambahan terhadap AS.

Jumlah drone Predator dan Reaper di Pakistan dirahasiakan, namun seorang mantan pejabat memperkirakan bahwa jumlah armada drone berlipat ganda tahun lalu. Peningkatan jumlah tersebut meningkatkan kemampuan CIA untuk melakukan pengintaian terhadap beberapa target sekaligus di Waziristan Utara dan tempat-tempat lainnya, kata mereka.

CIA memiliki daftar nama anggota senior Al-Qaeda, Taliban dan kelompok-kelompok lainnya. Nama-nama dalam daftar tersebut masih dilacak dan hendak dihabisi CIA. Keputusan untuk memperlebar program itu diambil karena para pejabat antiterorisme AS melihat tumbuhnya ancaman dari militan, namun mereka tidak bisa menyerang kecuali mereka mampu melacak individu yang menjadi target.

“Dalam tahun terakhir pemerintahan Bush, intelijen memiliki banyak bukti bahwa Al-Qaeda kembali menyatukan diri di wilayah-wilayah suku, dan aktif menyusun rencana menyerang negara ini,” kata pejabat antiterorisme tersebut.

“Anda tidak bisa mendiamkan peringatan seperti itu,” katanya. Ia menambahkan, senjak saat itu, upaya pemerintahan Bush semakin meningkat.

Selain drone, agen-agen intelijen AS yang terlibat dalam program tersebut menambah jumlah analis yang bertugas melacak target dan memperbaiki kemampuan teknis untuk meningkatkan kemampuan melacak dan membunuh target. Pemerintah Pakistan beberapa kali menyampaikan keluhan di hadapan publik mengenai serangan drone AS, namun di balik layar, mereka membantu pengembangan program dengan menyediakan informasi mengenai target yang mungkin diserang serta mengamankan wilayah udara sehingga drone CIA bisa beroperasi tanpa khawatir tertabrak pesawat lain, kata para pejabat tersebut. [adm/suaramedia]

0Komentar

Sebelumnya Selanjutnya

Recent Posts