اَلْحَمْـدُللهِ اَلَّذِيْ اَرْسَـلَ رَسُـولَهُ بِـالْهُـدَى وَدِ يْنِ الحَـقِّ لِـيُـظْـهِـرَهُ عَلَى الدِّ يْـنِ كُـلِّـهِ وَلَوْكَـرِهَ الْـمُـشْـرِكُـونَ, اَشْـهَـدُ اَنْ لاَاِلـهَ اِلاَّاللهُ وَاَشْـهَـدُ اَنَّ مُحَـمْـدًاعَـبْـدُهُ وَرَسُـوْلُـهُ اَرْسَـلَـهُ كَافَّـةً اِلَى الـنَّاسِ بَـشِـيْـرًا وَنَـذِيْـرًا وَهَـادِ يًـااِلَى الْحَـقِّ وَسِـرَ‘جًـا مُـنِـيْـرًا, فَـصَلَوَاتُ للهِ وَسَـلاَ مُـهُ عَـلَـيْـهِ وَعَـلَى‘آلِـهِ وَصَـخْـبِـهِ اَجْـمَـعِـيْـنَ, امَّـابَـعْـدُ : فَيَـاعِـبَـادَ اللهِ اُوْصِـيْـكُـمْ وَاِيَّايَ بِـتَـقْـوَى اللهِ وَاَحُـثُّـكُـمْ عَـلى طَاعَـتِـهِ فِـى كُـلِّ وَقْـتٍ لَـعَـكُـمْ تُـرْحَـمُـوْنَ. 

Hadirin Jama’ah Jum’at yang mulia. 

Tidak terasa oleh kita sekalian bahwa kita sekarang telah memasuki tahun baru masehi 2016 yang oleh banyak orang dikatakan sebagai tahun penuh harapan dan tantangan karena kita memasuki era MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) dengan pasar bebasnya. Yang tentu hal tersebut dapat berpengaruh dalam kehidupan kita baik pengaruh negatif maupun pengaruh positif karena persaingan bebas akan terjadi ditengah-tengah kehidupan kita. 

Dalam kehidupan ini, kita manusia seringkali dihadapkan kepada kenyataan yang tidak mampu mengatasi kesulitan yang sedang menimpa diri kita sendiri. Walau bagaimanapun kekuatan seseorang, keunggulannya, kekuasaannya dan seribu satu kelebihan-kelebihan lainnya, ia memerlukan bantuan yang datang dari luar dirinya sendiri. Yaitu, dari yang Menciptakannya, Allah Yang Maha Kuasa dan Amat Perkasa. 

Dalam situasi yang demikian, Allah Swt menunjukkan jalan untuk mengatasinya yaitu supaya berdo’a kepada-Nya. Karena Setiap do’a yang dimohonkan dengan ikhlas akan diperkenankan-Nya, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 186 : 

“.....Aku memperkenankan do’a orang yang bermohon apabila dia bermohon kepada-Ku....” 

Allah bukan saja menyuruh supaya bermohon kepada-Nya, tetapi ditunjukkan-Nya pula rumusan-rumusan do’a itu, sehingga manusia tinggal seperti “pisang dikupas” saja. 

Salah satu di antara do’a-do’a itu, yang merupakan sumber kekuatan dalam setiap usaha dan perjuangan, adalah : 

“Wahai Tuhanku! Lapangkanlah dadaku, mudahkanlah bagiku pekerjaanku, bukakanlah buhul lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku, dan berikanlah kepadaku pembantu dari keluargaku.”(QS. Thaha :25-29). 

Hadirin yang mulia. 

Firman Allah yang berupa do’a ini memberikan petunjuk kepada kepada kita akan sumber kekuatan yang sangat dasyat dalam menghadapi tantangan yang sangat besar dan kuat. 

Surat Thaha ayat 25-29 tersebut pada pokoknya mengandung empat macam do’a, terutama ketika menghadapi sesuatu tantangan atau pekerjaan sangat berat. 

Yang Pertama, Permohonan supaya dada lapang. 

Jama’ah Jum’at terhormat. 

Dalam menghadapi sesuatu pekerjaan yang besar atau tugas dan tantangan yang berat, acapkali manusia mengalami semacam “sesak nafas”. Dada terasa sempit yang membuat pandangan berkunang-kunang, dan kemudian pikiran tertumbuk dan buntu. Sebab-sebabnya - ibarat satu pasukan yang akan menyerbu – ialah karena kubu pertahan lawan yang akan diserbu terlalu kuat, sehingga hati menjadi kecut. Situasi jiwa yang demikianlah yang dialami oleh Nabi Musa as. tatkala beliau diperintahkan Allah Swt untuk menyampaikan dakwah kebenaran kepada Fir’aun, seorang pembesar yang dzalim kejam dan kesat hati. Dihadapan matanya tergambar satu perjuangan yang amat berat, bahkan mengandung resiko jiwa. 

Di samping kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya, dimohonkannya kepada Ilahi empat anugerah, yang dapat mendorong perjuangannya untuk mencapai sukses dan kemenangan. 

Begitu pentingnya keempat unsur itu, sehingga diabadikan oleh Allah Swt dalam Al-Qur’an, untuk dicontoh oleh ummat yang datang kemudian, terutama ummat Muhammad Saw. 

Dalam menghadapi suatu pekerjaan atau perjuangan, diperlukan dada yang lapang, yang dapat membukakan hati, mata dan pikiran. Dada yang diterangi oleh semangat iman, pada umumnya akan berhasil dan sampai ke garis finish, garis terakhir. 

Sukses atau kegagalan seseorang dalam perjuangan, sangat tergantung kepada karunia Ilahi, yang memberikan hidayah kepadanya berupa dada yang lapang. Hal ini ditegaskan oleh Allah dalam al-Qur’an Surat Al-An’am ayat 125 : 

“Barangsiapa dikehendaki Allah akan mendapat hidayah (petunjuk), Dia akan membukakan dadanya untuk (menerima) Islam. Dan barangsiapa dikehendakinya menjadi sesat, Dia jadikan dadanya sempit dan sesak, seakan-akan dia (sedang) mendaki ke langit. Demikianlah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman. 

Begitu juga ketika Rasulullah Saw menghadapi kesulitan yang bertubi-tubi, yang menyebabkan beliau merasa dadanya sempit, maka pada saat itulah Allah Swt memancarkan sinar pengharapan ke dalam jiwa beliau dengan turunnya ayat yang menyatakan: 

“Bukankah Kami telah melapangkan dadamu(Muhammad?). dan Kami pun telah menurunkan bebanmu darimu,yang memberatkan punggungmu, dan Kami tingikan sebutan (nama)mu bagimu, maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.(Al-Insyirah : 1-5). 

Yang kedua dimudahkan dalam semua pekerjaan. 

Hadirin yang mulia. 

Unsur kedua adalah permohonan supaya dimudahkan dalam melaksanakan setiap urusan. 

Hal ini memang satu kelanjutan yang logis dan buah dari dada yang lapang. Karena apabila dada sudah lapang, maka timbullah pengharapan dan optimisme, sehingga pekerjaan yang berat akan terasa ringan dan enteng. Kalau dada sempit, pekerjaan yang ringan terasa sangat berat, sedikit saja sudah mengalami rintangan sudah “garuk-garuk kepala”, hati kecut dan akhirnya kaki lari kebelakang. 

Selain dalam kehidupan dan perjuangan, kita harus senantiasa memohonkan kepada Ilahi agar semua urusan-urusan kita dimudahkan-Nya, pun sikap jiwa kita sendiri haruslah memandang sesuatu urusan atau kewajiban dengan ringan, jangan dianggap terlalu berat. Banyak orang yang melihat sesuatu urusan atau kewajiban dari segi negatifnya saja, bukan dari segi positifnya. Yang selalu menghantuinya ialah kesulitan-kesulitanya, halangan-halanganya. Pikiranya selalu dipusatkan kepada persoalan bagaimana mengelakan kesulitan yang akan terjadi, bukan bagaimana mengatasi kesulitan itu, untuk kemudian bisa mencapai hasil yang diharapkan. 

Ketika Rasulullah mengutus Mu’az bin Jabal dan Abu Musa Al-Asy’ary melaksanakan tugas yang berat ke negeri Yaman, maka nasehat yang disampaikan oleh beliau ialah supaya mereka memandang mudah (ringan) pekerjaan yang akan dihadapi. Beliau berkata : 

يَـسِـرَا وَلاَ تُـعَـسِّـرَا, بَـشِّـرَا وَلاَ تُـنَـفِـرَا.
“Mudahkanlah, jangan persukar, Berilah pengharapan, jangan lari (kecut). 

Ketiga, Supaya dakwah (ajakan) diterima lawan. 

Hadirin yang terhormat. 

Permohonan yang ketiga ialah supaya ucapan yang disampaikan didengar orang, ajakan diperhatikan, pembicaraan dapat menggugah hati, sebagaimana halnya ucapan-ucapan Nabi Musa as dapat mengetuk sanubari sebagian pengikut-pengikut Fir’aun. 

Menurut ungkapan beberapa ahli tafsir, lidah Nabi Musa as memang agak sedikit kelu berkata-kata, sebagai akibat dari peristiwa yang dialaminya di zaman kanak-kanak. Diceritakan, bahwa tatkala musa dipelihara oleh Asiah (istri Fir’aun), pada suatu hari Musa memegang dan menarik jenggot Fir’aun, sehingga raja yang kejam itu marah dan hendak membunuh anak kecil itu. Ketika itu Asiah dapat mendinginkan hati Fir’aun, dengan mengatakan bahwa anak itu belum berakal. Untuk meyakinkan Fir’aun, Asiah mendekatkan kepada musa dua benda, yaitu permata dan bara api. Dengan cepat Musa mengambil dan memilih bara api yang merah itu, dimasukannya ke mulutnya, sehingga akhirnya lidahnya menjadi sedikit kelu. (tafsir Qurtuby jilid 11, hal 192). 

Dalam hubungan ini, dapat juga difahamkan tafsir ayat tersebut dengan pengertian kiasan / perbandingan, bahwa yang dimohonkan oleh Nabi Musa bukanlah semata-mata lancar berbicara saja, jangan tersendat-sendat, tapi supaya kata-kata dan dakwah (ajakan) yang disampaikan dapat menembus hati nurani Raja yang bengis itu. 

Dari sini dapat ditarik lebih lanjut suatu pengertian, bahwa dalam menyampaikan suatu kebenaran (Al-Haq) diperlukan diplomasi dan dialog yang mengesankan, yang membuat lawan akhirnya sadar, dan kemudian menerima. 

Sejarah selalu menunjukan, bahwa sesuatu kebatilan tidaklah dapat dihancurkan dengan kekerasan saja, tetapi lebih mudah ditundukan dengan kata-kata yang mempesonakan, dengan ucapan-ucapan yang menggugah perasaan dan mengetuk nurani. 

Keempat, memohon pembantu dan pembela. 

Jama’ah Jum’at yang mulia. 

Unsur keempat adalah permohonan supaya diberikan pembantu dan pembela. 

Tiap-tiap usaha dan perjuangan memerlukan pembantu dan pembela, orang-orang yang menyediakan segala-galanya, bahkan dimana perlu jiwanya sendiri, untuk mensukseskan usah dan perjuangan itu. 

Berjuang menegakkan kebenaran dan keadilan atau sesuatu cita-cita luhur tak obahnya seperti berdayung mengarungi lautan, ketika masih dekat dipinggir pantai, ombak belum besar, masih kelihatan semangat solidaritas. Tetapi, kalau sudah sampai di tengah-tengah laut, ombak menggulung-gulung, taufan menderu-deru, maka biasanya masing-masing mencari keselamatan diri sendiri. Seperti halnya yang dialami Nabi Isa as. Pada tahap-tahap yang sangat kritis, Nabi Isa bertanya kepada pengikut-pengikutnya ; Siapakah di antara saudara-saudara yang akan membantu saya menegakkan kebenaran ? dari pengikutnya yang tadinya masih banyak jumlahnya, akhirnya hanya bertahan 12 orang, yang disebut dalam Al-Qur’an dengan predikat “Al-Hawariyun,” artinya kaum pembela dan pembenteng. 

Rasulullah Saw pun juga mersakan bagaimana pentingnya pembantu-pembantu dan pendukung cita-cita itu, terutama di zaman menghadapi kesulitan, Paman beliau, Abu Thalib, walupun sampai pada sa’at terakhir berbeda keyakinan dengan beliau, tapi adalah seorang keluarga yang mempertaruhkan segala-galanya untuk membela penjuangan Nabi Muhammad Saw. Demikian juga istri beliau Siti Khadijah dan lain-lainnya. Dari pihak sahabat, beliau menyebut nama Abu Bakar Siddik dan Umar bin Khattab. 

Dalam hubungan ini beliau menyatakan : 

اِنَّ لِى فِى السَّـمَاءِ وَزِيـرَيـنِ وَفِى الاْرْضِ وَزِيرَينِ, فَالَّلـذَانِ فِى السَّـمَاءِ جِـبْـرِيْـلُ وَمِـكَـا ئِـيْـلُ, وَالَّلـذَانِ فِى الاَرْضِ اَبُـوْبَـكْـرٍ وَعُـمَـرُ.
“Saya mempunya dua orang pembela/pembantu di langit dan dua pula di bumi. Yang di langit adalah malaikat Jibril dan Mikail; dan yang di bumi adalah Abu Bakar dan Umar.” 

Demikianlah empat unsur do’a yang dianjurkan supaya selalu kita mohonkan dalam setiap usaha dan perjuangan, yang merupakan Sumber Kekuatan. 

اَقُـو لُ قَـوْلِى هَـذَا وَاسْـتَـغْـفِـرُ الله الـعَـظِيْـمَ لِى وَلَكُـمْ اِنَّـهُ هُـوَ الـغَـفُـورُ الـرَّ حِـيْـمُ.

(adm/Majalah Tabligh Januari 2016)

0Komentar

Sebelumnya Selanjutnya

Recent Posts