Vox Analysis, sebuah studi yang biasa dilakukan Swiss setelah menggelar referendum untuk mencari tahu alasan atau latar belakang pilihan masyarakat, menemukan bahwa masyarakat yang memilih untuk menentang pembangunan menara, bukanlah karena mereka anti orang asing, tapi karena mereka ingin menghentikan penyebaran Islam.

Para penulis laporan tersebut menyatakan, xenophobia (ketakutan atas orang asing) bukan alasan utama 57,5 persen rakyat Swiss memilih untuk menentang pembangunan menara masjid, pada referendum tanggal 29 Nopember 2009. Sekitar 40% yang setuju adanya kesempatan yang sama bagi warga pribumi dan pendatang, juga mendukung larangan pembangunan menara.

"Bagi kebanyakan para pemilih, mereka bukan menolak adanya Muslim di Swiss," kata peneliti politik Hans Hirter dari Universitas Bern, ketika mempresentasikan lapRata Penuhoran tersebut Senin (25/1).

Ia mengatakan, survei menunjukkan bahwa dua pertiga pemilih menganggap gaya hidup orang Swiss dan Muslim seharusnya sejalan.

Kelihatannya memang kontradiktif, tapi menjadi jelas ketika ditanya apa alasan mereka mengatakan "ya" atas larangan pendirian menara masjid.

"Menara adalah simbol supremasi Islam," demikian argumen yang paling banyak dikemukakan. Bagi mereka, perlu dilakukan "suatu tindakan" untuk menghentikan laju penyebaran Islam di Swiss.

Hasil analisa para peneliti menemukan bahwa sikap semacam itu--Islam harus dihentikan penyebarannya di Swiss--juga ada dalam diri para pemilih yang mengatakan "tidak" atas larangan pendirian menara masjid.

Alasan larangan pendirian menara adalah tindakan melanggar hak asasi manusia, sering terdengar digembar-gemborkan banyak pihak jauh sebelum referendum dilakukan. Tapi ternyata gemanya justru bertolak belakang dengan hasil referendum. Hal ini disebabkan mereka yang tidak setuju dengan larangan pendirian menara, sebenarnya tidak merasa cocok dengan alasan melanggar hak asasi manusia tersebut.

Satu dari enam pemilih menyatakan, keputusan mereka untuk menyetujui larangan menara, adalah sebagai sikap balasan atas diskriminasi pembangunan gereja di negara-negara Islam.

Diskriminasi minoritas

Swiss mendapat kritikan dari luar negeri atas referendum yang digelarnya tersebut. Banyak pengamat mengatakan, hak-hak kaum minoritas tidak sepatutnya diputuskan melalui jejak pendapat umum semacam itu.

Dalam sebuah studi terpisah mengenai pola jejak pendapat di Swiss selama 50 tahun terakhir, peneliti politik Adrian Vatter dari Universitas Bern mengatakan, orang asing dan kelompok minoritas agama di Swiss sangat terzalimi dengan referendum semacam itu.

Sebuah studi yang dilakukan atas 300 referendum tingkat nasional maupun canton (pembagian wilayah administratif ala Swiss) sejak tahun 1960, menemukan bahwa orang asing dan kelompok minoritas agama paling sering dirugikan dengan jejak pendapat. Karena jika ada suatu hal yang sekiranya menguntungkan kelompok minoritas atau orang asing tertentu, maka pribumi yang mayoritas dengan mudah akan menjegalnya lewat referendum. Terlebih lagi jika mereka memandang kaum minoritas tersebut secara negatif.

Vatter mengatakan, Muslim "dirugikan" melalui dua jalan. Pertama, karena mereka kelompok minoritas agama, kedua, karena 90% Muslim di Swiss adalah pendatang.

Menurut studi itu, masyarakat Swiss lebih toleran dengan kaum minoritas dalam hal bahasa, dan kepada orang-orang cacat. [adm/hidayatullah]

0Komentar

Sebelumnya Selanjutnya

Recent Posts