Sumber Foto : Muhammadiyah

Aktivis Mahasiswa Muhammadiyah, Idham Farras Haikal memprotes pernyataan Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Ryamizard Ryacudu yang mengatakan akan menempeleng orang yang bilang kafir.

Idham menilai, pernyataan “tempeleng” tersebut bernada provokatif yang justru akan mengancam kebebasan dan kerukunan antar umat beragama, khususnya hubungan antar umat Islam itu sendiri. Terlebih, katanya, Jenderal (Purn) Rymizad Ryacudu selaku Menhan yang terkesan turut serta dalam mengintervensi keyakinan antar umat beragama khususnya umat Islam dalam memaknai sebuah teks dalam sebuah kitab suci tertentu.

Idham juga mempertanyakan kapasitas seorang Menhan dalam menyampaikan keterangan tersebut yang dinilai bukan domainnya. Bahkan dinilai cenderung gegabah dan emosional sebagai pejabat negara, apalagi keterangan tersebut bukan berdasarkan kepada pengetahuan yang mendalam mengenai ilmu agama.

“Seharusnya seorang Menhan RI fokus saja pada kapasitasnya, dan berbicara mengenai strategi ketahanan nasional, dimana hingga saat ini Ketahanan Nasional Indonesia ini masih sangat rawan terhadap berbagai ancaman global termasuk pangan, dan daerah perbatasan,” ujar Idham dalam rilisnya di Jakarta baru-baru ini diterima hidayatullah.com, akhir pekan kemarin (09/01/2019).

Idham menilai, antar organisasi keagamaan dan/atau kemasyarakatan (ormas), memiliki perbedaan dalam dasar pemikiran dan metodelogi penafsiran yang berbeda, sehingga melahirkan berbagai interpretasi mengenai suatu ayat tertentu. Hal tersebut bukanlah ancaman tetapi justru menjadi kekayaan khazanah dalam suatu ilmu agama tertentu.

“Kata dan term (terminologi) kafir itu tidak bisa dikatakan sebagai ancaman bagi Pertahanan Nasional, karena setiap ayat yang termaktub dalam Al-Qur’an pasti akan melahirkan berbagai penafsiran dan anasir yang variatif antar golongan umat Islam.

Hal tersebut disesuaikan dengan corak pemikiran, domain ilmu agama, keluhuran moral seorang guru agama, dan segmentasi berdasarkan letak geografis, taraf pendidikan, ekonomi, sosial dan lain-lain. Sehingga, lahirnya sebuah fatwa oleh para anasir agama akan selalu menyesuaikan dengan kearifan lokal masyarakat yang berlaku sehingga melahirkan variasi pemikiran yang khas antar organisasi kemasyarakatan Islam (ormas Islam),” paparnya panjang lebar.

Menurutnya, pernyataan Menhan tersebut sangatlah berbahaya dampaknya bila dikonsumsi oleh masyarakat secara umum. Hal tersebut akan mengancam hak dan kebebasan beragama sebagai warga negara, karena akan memantik konflik antar umat beragama, khususnya antar ormas dan golongan umat Islam.

“Jenderal (Purn) Ryamizard Ryacudu selaku Menteri Pertahanan atas dasar kapasitas apa ber-testimoni, mengancam akan menempeleng masyarakat yang sebut kafir. Bagaimana jika karena pro kontra penyebutan kafir ini masyarakat secara umum membenarkan melakukan tindakan saling tempeleng? Apakah urgensinya seorang Menteri Pertahanan memberikan keterangan yang cenderung provokatif tersebut?” tegasnya.

Idham juga mempertanyakan mengenai referensi dari pernyataan tersebut dan menegaskan keharusan menghormati perbedaan konsensus umat Islam (khilafiyah) secara nasional.

“Yang saya ketahui setiap daripada organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam memiliki standardisasi landasan yang sama, yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadit. Namun dalam metodologi untuk interpretasinya yang bervariasi sehingga dalam menafsirkan suatu ayat tertentu, bisa menghasilkan berbagai interpretasi semisal dalam penanggalan untuk bulan puasa, Idul Fitri, dan lain-lain, begitupun dengan interpretasi mengenai istilah kafir ini,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa hal tersebut bukanlah menjadi alasan bagi antar kelompok umat Islam untuk berpecah belah dan saling memusuhi, tetapi justru hal tersebut menjadi kekayaan tersendiri di dalam khazanah ilmu agama.

“Jauh sebelum berbicara toleransi antar umat beragama, kami sudah lebih dulu mempraktikkan toleransi antar perbedaan pendapat, perbedaan suatu penafsiran suatu ayat tertentu, (khilafiyah diantara ijtima ulama).”

Idham selaku aktivis mahasiswa Muhammadiyah khawatir atas berkembangnya pernyataan provokatif Menhan, yang dinilai justru akan menjadi preseden buruk masyarakat dan antar pemeluk agama, karena diprovokasi untuk tidak bisa menghargai sebuah perbedaan penafsiran itu sendiri, dan melakukan tindakan seperti yang diinginkan oleh Menhan tersebut.

Idham merasa resah bilamana atas pernyataan Menhan tersebut menjadi sebuah bencana dalam kearifan berbangsa dan bernegara.

Sebelumnya diwarta berbagai media, Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Ryamizard Ryacudu geram atas perilaku sebagian kelompok yang gemar mengkafirkan kelompok lain hanya karena perbedaan keyakinan. Menurut dia, di bawah azaz Pancasila, semua warga sama sebagai warga negara.

“Kalau ada yang bilang kafir saya tempeleng. Lakum Dii Nukum Wa Liya Diin [bagimu agamamu, bagiku agamaku] itu Pancasila, itu persatuan Indonesa yang berperikemanusian,” ujarnya pada saat acara Rapat Koordinasi dan Evaluasi Pelaksanaan Bela Negara di kantor Kemhan, Jakarta Pusat, Selasa (05/03/2019).

0Komentar

Sebelumnya Selanjutnya

Recent Posts